Yulisman Tekankan Pentingnya Evaluasi Mendalam terkait Kinerja BUMN Pertambangan
- Maret 19, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VI DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan jajaran direksi PT. Mineral Industri Indonesia pada Kamis (13/3/2025) di Ruang Rapat Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI, Yulisman, menyoroti kinerja dan akuntabilitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan. Dalam rapat tersebut Yulisman menekankan pentingnya evaluasi mendalam terhadap kinerja operasi BUMN pertambangan.
“Indonesia dikaruniai sumber daya alam yang begitu banyak dan begitu melimpah. Tapi yang paling penting adalah kita sadari, ini harus dapat dikelola dengan baik. Karena bukan hanya di masa kita yang bisa menikmati, tapi juga masih di masa anak cucu kita nanti,” ujar Yulisman, saat memberikan pandangannya tentang pengelolaan sumber daya alam sektor pertambangan, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Ia menyoroti PT. Freeport Indonesia yang mana terjadi penurunan produksi tembaga, emas, dan perak. Penurunan produksi tembaga, emas, dan perak ini menjadi perhatian serius Komisi VI DPR RI. Ia meminta agar diberikan penjelasan lebih rinci terkait hal ini dan menekankan perlunya langkah-langkah strategis untuk meningkatkan produksi.
“Ini ada terjadi penurunan Pak, baik produksi tembaga, emas, dan perak. Ini mungkin harus jelaskan nanti secara rinci lagi karena ini akan menjadi kajian-kajian strategis buat kami dan memberikan masukan kepada para-para direksi yang ada di Freeport. Mungkin ada kata-kata kunci, ada rahasia-rahasia, bagaimana supaya bisa ditingkatkan produksi, ya khususnya yang ada di Freeport,” jelasnya.
Selain itu, Yulisman juga menyoroti masalah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak aktif di PT. Bukit Asam, serta rencana dibuatnya DME (dimetil eter) yang tak kunjung terealisasikan. Ia mempertanyakan alasan di balik tidak adanya kejelasan terkait kegiatan eksplorasi di lokasi tersebut, padahal masyarakat setempat sangat mengharapkan manfaat ekonomi dari potensi sumber daya alam yang ada.
“Izin yang dipegang oleh Bukit Asam ini kalau bisa ya segera dieksplorasi. Karena kan sayang juga. Kalau tidak mungkin, silakan mau dialihkan dengan BUMD kah atau dengan pihak-pihak swasta lainnya. Karena di situ swasta juga masih banyak yang menambang. Tidak ada alasan kalau itu tidak ditambang dengan alasan-alasan teknis. Ya karena masyarakat Riau dan Indragiri Hulu berharap karena di situ tentu banyak turunan-turunannya atau efek-efek ke bawahnya yang bisa menghidupkan perekonomian di masyarakat yang ada di sekitar wilayah kerja IUP Bukit Asam yang ada di Indragiri Hulu,” tekannya.
Praktik subkontraktor di PT. Antam juga menjadi perhatian, dengan penekanan pada pencegahan penambangan ilegal dan produk ilegal yang masuk ke perusahaan. Yulisman menekankan segala hal yang bekerja di wilayah PT. Antam harus terdata, serta menegaskan pentingnya mengadakan kemitraan dengan masyarakat setempat guna menjamin perlindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat.
“Seluruh wilayah kerja Itu jangan ada yang menambang tetapi bukan dari bagian yang legal. Sehingga tidak ada produk ilegal yang akan ditampung oleh perusahaan. Jadi tentu yang bekerja di wilayah itu harus betul-betul terdata. Yang tidak dikasih kontrak kerja tidak boleh bekerja. Kemudian, kalau ada masyarakat, nah itu yang mesti dicarikan solusinya. Karena masyarakat itu lebih dulu hidup di situ daripada izin yang perusahaan dapatkan. Nah di situ perlu ada kemitraan, silahkan diatur sedemikian rupa, tetapi tidak merugikan kedua belah pihak,” tegasnya.
Yulisman turut mengingatkan betapa pentingnya isu pengelolaan lingkungan. Ia menekankan perlunya penerapan standar lingkungan yang ketat dan prinsip-prinsip ekonomi hijau dalam kegiatan pertambangan.
“Isu lingkungan harus menjadi perhatian utama. Setiap kegiatan pertambangan pasti menimbulkan dampak lingkungan, baik limbah cair, padat, organik, maupun emisi karbon. BUMN harus bertanggung jawab untuk meminimalisir dampak tersebut,” pungkasnya. •ira/rdn