14 March 2025
Kesejahteraan Rakyat

Komisi VIII Dorong Transparansi dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Haji

  • Maret 14, 2025
  • 0

Anggota Komisi VIII DPR RI, Hasan Basri Agus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ketua Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) serta Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (13/3/2025). Foto : Arief/Andri.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Hasan Basri Agus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ketua Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) serta Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (13/3/2025). Foto : Arief/Andri.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Panitia Kerja (Panja) Pengelola Keuangan Haji Komisi VIII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ketua Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) serta Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (13/3/2025). Rapat ini membahas tata kelola serta optimalisasi pengelolaan keuangan haji agar lebih berkelanjutan, efisien, dan efektif.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Hasan Basri Agus, menyoroti pengelolaan dana haji yang selama ini lebih banyak ditempatkan dalam instrumen investasi sukuk tanpa inovasi pengelolaan yang lebih produktif. Ia mengingatkan Dewan Pengawas BPKH untuk lebih ketat dalam mengawasi penggunaan dana yang berasal dari masyarakat.

“Dana ini bukan sekadar disimpan, tetapi harus dikelola dengan baik agar memberikan manfaat optimal bagi umat. Jangan hanya bergantung pada sukuk tanpa ada inovasi pengelolaan,” tegas Hasan.

Ia juga mengkritik kinerja BPKH yang dinilai belum optimal dalam meningkatkan hasil pengelolaan keuangan haji. Target surplus yang diharapkan Komisi VIII DPR RI, yakni Rp10–12 triliun, belum tercapai. Oleh karena itu, ia meminta Dewan Pengawas BPKH mengevaluasi kompetensi SDM serta regulasi terkait tata kelola keuangan haji.

Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI, M. Husni, menekankan pentingnya penguatan kebijakan keuangan haji untuk menghadapi peningkatan jumlah jamaah di masa mendatang. Ia mengacu pada rencana Pemerintah Arab Saudi yang menargetkan kapasitas jamaah haji mencapai 5 juta orang pada 2030, yang berdampak langsung pada jamaah asal Indonesia.

“Jika saat ini jumlah jamaah haji Indonesia sekitar 241 ribu orang, maka pada 2030 jumlahnya bisa mencapai 500 ribu orang. Pertanyaannya, apakah dana BPKH siap menghadapi lonjakan ini?” ujarnya.

Husni juga mengkritik stagnasi kinerja BPKH dalam mengelola keuangan haji. Menurutnya, meskipun pandemi COVID-19 telah berlalu, pendapatan BPKH masih berada di angka 6 persen tanpa peningkatan signifikan.

“Sejak dulu saya bilang, BPKH ini seperti ‘tidur-tidur’ dengan hasil 6 persen. Seharusnya, jika dikelola lebih baik, pendapatannya bisa lebih tinggi,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti perlunya revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji agar BPKH memiliki keleluasaan lebih dalam berinvestasi. Selain itu, aset yang dimiliki BPKH, seperti hotel di sekitar Masjidil Haram, harus dapat dimanfaatkan secara optimal oleh jamaah haji Indonesia.

“BPKH harus diberi kewenangan lebih dalam menetapkan standar biaya dan melakukan pengendalian internal. Jangan sampai aset yang ada justru tidak dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan jamaah,” tegasnya.

Komisi VIII DPR RI menegaskan bahwa pengelolaan keuangan haji harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai prinsip syariah. Dengan penguatan tata kelola, diharapkan dana haji dapat memberikan manfaat maksimal bagi jamaah serta meningkatkan efisiensi penyelenggaraan ibadah haji di masa depan. •ssb/aha

 

EMedia DPR RI