Harga Elpiji Melonjak, Iyeth Bustami Pertanyakan Ketergantungan Impor dan Strategi Pertamina
- Maret 14, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi XII DPR RI, Iyeth Bustami, mempertanyakan lonjakan harga elpiji yang belakangan ini dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Sebab itu, ia menyoroti faktor penyebab kenaikan harga, tingkat ketergantungan impor, serta langkah strategis Pertamina dalam mengurangi beban impor demi mencapai kemandirian energi sebagaimana diamanatkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Dirinya secara tegas mempertanyakan persentase elpiji yang diimpor dan yang disuplai dari dalam negeri. Ia pun menekankan bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada impor elpiji, yang berkontribusi terhadap fluktuasi harga akibat pengaruh pasar global.
Menurut data terakhir yang ia peroleh, Indonesia mengimpor lebih dari 70 persen kebutuhan elpiji nasional, terutama dari negara-negara seperti Qatar dan Arab Saudi. Ketergantungan ini, terangnya, membuat harga elpiji sangat rentan terhadap perubahan nilai tukar rupiah serta kebijakan energi global.
Iyeth juga mempertanyakan upaya konkret Pertamina dalam mengurangi ketergantungan terhadap elpiji impor. Tidak hanya itu saja, dirinya menyinggung kemungkinan transisi energi dengan menggantikan LPG berbasis impor dengan sumber energi alternatif, seperti gas dari batu bara (Dimethyl Ether/DME).
“Apakah ada upaya dari Pertamina, misalnya menggantikan batu bara menjadi gas? Apakah itu sudah dikalkulasi?” tanya Iyeth dalam agenda Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XII DPR RI ke TBBM Panjang Pertamina (Persero) dan PLN UID Lampung, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Rabu (12/3/2025).
Menurutnya, pertanyaan ini merujuk pada proyek hilirisasi batu bara yang sempat didorong pemerintah sebagai solusi substitusi LPG. Namun, hingga kini, ia menilai implementasi DME masih menghadapi tantangan, termasuk infrastruktur dan keekonomian produksi.
Selain itu, Iyeth meminta kepastian mengenai stok elpiji menjelang bulan puasa dan Idulfitri, mengingat konsumsi masyarakat biasanya meningkat signifikan. “Saya ingin tahu berapa unit elpiji sebelum dan setelah Lebaran,” ujarnya.
Diketahui, berdasarkan laporan tren tahunan yang ia terima, konsumsi elpiji selama Ramadan dan Idulfitri meningkat sekitar 10-15 persen. Demi mengantisipasi lonjakan ini, Pertamina biasanya menambah pasokan dengan menyalurkan tambahan stok ke daerah-daerah dengan tingkat konsumsi tinggi. Namun, kepastian mengenai jumlah tambahan suplai dan distribusinya masih menjadi perhatian, terutama dalam menjaga stabilitas harga di pasaran.
Menutup pernyataannya, Politisi Fraksi PKB itu memahami kekhawatiran masyarakat terhadap stabilitas harga elpiji, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global dan melemahnya nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, ia menantikan respons dari pihak Pertamina dan pemerintah terkait strategi jangka panjang dalam memastikan ketahanan energi dan mengurangi beban impor.
Jika kebijakan transisi energi bisa segera direalisasikan, menurutnya, Indonesia berpotensi mengurangi ketergantungan terhadap LPG impor, menstabilkan harga, dan mewujudkan kemandirian energi sebagaimana diharapkan oleh Presiden. Namun, sejauh ini, ia menilai masih diperlukan langkah konkret dan kebijakan yang lebih progresif dalam menjawab tantangan tersebut. •um/rdn