Komisi VII Dorong RUU Kepariwisataan, Ciptakan Pariwisata Berkualitas dan Berkelanjutan
- Maret 13, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi VII DPR RI Saleh P. Daulay menegaskan pentingnya perhatian Menteri Pariwisata terhadap berbagai pandangan dan catatan yang telah disampaikan oleh pimpinan dan anggota Komisi VII dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan. Hal tersebut disampaikan Saleh saat membacakan kesimpulan rapat kerja dengan Menteri Pariwisata di DPR RI, Selasa (12/3/2025).
Beberapa poin yang menjadi perhatian dalam pembahasan RUU tersebut antara lain mempertahankan substansi pendidikan tentang sadar wisata, pendidikan informal dan nonformal, serta keberadaan politeknik kepariwisataan. Selain itu, Komisi VII juga mengusulkan untuk memperkuat norma pengaturan mengenai kelembagaan kepariwisataan serta merumuskan kebijakan untuk mengatasi permasalahan penyelenggaraan kepariwisataan, terutama di daerah.
“Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini belum cukup mengatur aspek pendidikan, budaya, dan sumber daya manusia sebagai bagian dari upaya peningkatan kepariwisataan. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan undang-undang sebagai bentuk keberpihakan,” ujar Saleh.
Legislator Fraksi PAN itu juga menekankan pentingnya melibatkan berbagai kementerian terkait dalam pembahasan RUU, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Hal ini dianggap penting untuk menciptakan integrasi yang lebih baik dalam pembangunan sektor pariwisata.
Saleh menyampaikan bahwa RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan merupakan inisiatif DPR RI dan merupakan carry over dari periode sebelumnya. RUU ini mengusung paradigma baru dalam sektor pariwisata, yaitu peralihan dari pariwisata massal (mass tourism) menuju pariwisata berkualitas (quality tourism), dengan fokus pada ekosistem pariwisata yang terintegrasi dan berkelanjutan.
“RUU ini mencakup 12 aspek, yaitu perencanaan, pendidikan, pengelolaan destinasi pariwisata, industri pariwisata, pengembangan daya tarik wisata, penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia pariwisata, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, pemberdayaan masyarakat lokal, pelibatan asosiasi kepariwisataan, diplomasi budaya, dan kreasi kegiatan,” jelasnya.
Selain itu, RUU ini juga akan memperkuat identitas bangsa, perekonomian, dan pertahanan negara dengan tetap menjaga nilai-nilai masyarakat, adat istiadat, kekayaan alam, dan warisan budaya, yang pengenalannya dimulai dari pendidikan. RUU ini juga mengatur kelembagaan pariwisata dengan merujuk pada kelembagaan di tingkat global dengan mengutamakan semangat kolaborasi serta menjadikan pariwisata sebagai sektor pendukung prioritas pembangunan.
Pemerintah, dalam pandangannya terhadap RUU tersebut, menyatakan kesiapan untuk membahasnya sesuai dengan penugasan yang telah diberikan dalam Surat Presiden. Pemerintah juga berencana untuk tetap berpegang pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang telah disampaikan kepada DPR RI.
“Kami (Komisi VII) sepakat dengan usulan pemerintah untuk melakukan konsolidasi internal guna mempersiapkan substansi pembahasan RUU tersebut dalam waktu paling lambat 30 hari kalender. Tim Tenaga Ahli AKD Komisi VII dan Badan Keahlian DPR RI juga akan dilibatkan dalam proses tersebut,” tutupnya. •rnm/aha