13 March 2025
Kesejahteraan Rakyat

Belajar dari Sritex, Netty Aher Minta Sinkronisasi Data Guna Pemenuhan Hak Pekerja

  • Maret 12, 2025
  • 0

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani dalam rapat kerja bersama Menteri Ketenagakerjaan, Dewan Pengawas serta Direktur Utama BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/03/2025). Foto : Hans/Andri.
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani dalam rapat kerja bersama Menteri Ketenagakerjaan, Dewan Pengawas serta Direktur Utama BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/03/2025). Foto : Hans/Andri.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menyoroti berbagai aspek dalam kasus PT Sritex, khususnya terkait pemenuhan hak pekerja dan pengawasan industri. Dalam rapat kerja bersama Menteri Ketenagakerjaan, Dewan Pengawas serta Direktur Utama BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, ia menekankan pentingnya sinkronisasi data agar tidak ada pekerja yang tertinggal dalam mendapatkan hak mereka.

“Saya hanya minta lakukanlah sinkronisasi data. Jadi tidak boleh ada satupun yang tertinggal untuk mendapatkan haknya. Karena kalau dari data tadi masih ada yang berbeda yang disampaikan oleh para menteri dengan dewan pengawas BPJS. Jadi saya minta ini disinkronisasi supaya betul-betul tidak ada satupun yang tertinggal dari akses dari mendapatkan hak dan perlindungan mereka,” ujarnya di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/03/2025).

Lebih lanjut, Netty menyoroti perlunya solusi jangka panjang bagi pekerja yang belum mendapatkan pekerjaan setelah enam bulan pasca PHK, termasuk kemungkinan revisi regulasi agar mereka dapat masuk ke dalam skema Penerima Bantuan Iuran (PBI).

“Kalau kita bicara tentang 6 bulan setelah PHK ya kita berharapnya setelah 6 bulan mereka dapat pekerjaan, jika tidak berarti harus ada skema lain. Nah apakah kemudian ini sudah masuk dalam skema berpikir kita untuk mengajukan misalnya revisi regulasi agar setelah 6 bulan ini secara otomatis ada regulasi yang memasukkan mereka sebagai PBI (Penerima Bantuan Iuran), seperti apa migrasinya?” ungkap Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI ini.

Terkait dengan PHK di dunia industri, Netty menyoroti tren peningkatan klaim JHT akibat PHK yang mencapai 40.000 kasus hingga Maret serta lebih dari 70.000 pekerja yang keluar dari kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

“Jadi artinya ini perlu diwaspadai dan tentu langkah-langkah mitigatif ini harus kita lakukan ya kita perlu melakukan review terhadap kebijakan regulasi industri kita sehingga kasus Sritex ini mudah-mudahan tidak dialami oleh perusahaan-perusahaan yang lain,” tegasnya.

Ia juga mempertanyakan kondisi keuangan Sritex yang memiliki aset sebesar Rp10 triliun dan pendapatan tidak lebih dari Rp12 triliun, sementara utangnya mencapai lebih dari Rp30 triliun.

“Sritex ini kan beroperasi sejak tahun 1966 sudah 50 tahun lebih ya tepatnya sudah 58 tahun ya asetnya 10 triliun, tapi revenue-nya nggak lebih dari 12 triliun ya hutangnya lebih dari 30 triliun. Ya ada apa dengan perusahaan besar ini?” tanyanya.

Sebagai solusi, Netty menekankan pentingnya pengawasan terhadap praktik fraud di perusahaan-perusahaan besar agar kasus serupa tidak terus berulang dan merugikan pekerja.

“Selama ini kita ya hanya dapat getahnya aja kalau ada orang yang kena PHK. Ada yang enggak dibayarkan upahnya ada yang kemudian mendapatkan apa perlakuan diskriminatif. Sementara inilah yang menjadi momentum bagi kita,” katanya.

Menutup pernyataannya, Netty berharap kasus Sritex bisa menjadi pelajaran bagi perbaikan regulasi ketenagakerjaan, khususnya terkait kebijakan outsourcing yang sering menghadirkan ketidakpastian bagi pekerja.

“Sekali lagi pengawasan penegakan hukum termasuk ke depan. Bukan hanya posko untuk Sritex saya pikir ya (tapi) posko untuk kasus-kasus yang lain juga perlu dibentuk begitu. Sehingga mudah-mudahan prinsip Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia ini bermula dari kasus Sritex bisa kita berikan dalam jumlah dan dalam kualitas yang sama,” pungkasnya. •gal/rdn

EMedia DPR RI