12 March 2025
Kesejahteraan Rakyat

Emas hingga Perkebunan Sawit, Komisi VIII Kaji Skema Investasi Dana Haji

  • Maret 11, 2025
  • 0

Anggota Komisi VIII DPR RI Hasan Basri Agus, saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para pakar ekonomi, Senin (10/3/2025). Foto: Arief/vel.
Anggota Komisi VIII DPR RI Hasan Basri Agus, saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para pakar ekonomi, Senin (10/3/2025). Foto: Arief/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
– Komisi VIII DPR RI terus menggodok RUU tentang Perubahan Undang-Undang No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (RUU PKH) dalam rangka meningkatkan nilai manfaat bagi jemaah haji. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para pakar ekonomi, Senin (10/3/2025), Anggota Komisi VIII DPR RI Hasan Basri Agus menegaskan pentingnya strategi investasi yang aman dan optimal bagi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

“Banyak masukan yang kami dapatkan dari para pakar mengenai bagaimana perkembangan BPKH ke depan agar nilai manfaat yang dihasilkan semakin meningkat,” ujar Hasan Basri Agus. Salah satu opsi yang mengemuka dalam diskusi adalah investasi dalam emas, terutama setelah Presiden Prabowo meresmikan Bank Emas sebagai instrumen baru dalam sistem keuangan nasional.

“Ke depan, tidak menutup kemungkinan jemaah yang hendak berangkat haji dapat menabung dalam bentuk emas di Bank Emas,” tambah Politisi Fraksi Partai Golkar ini. Selain itu, ada usulan untuk diversifikasi investasi, termasuk ke sektor perkebunan sawit. Namun, ia mengingatkan bahwa pengelolaan dana haji harus tetap berlandaskan prinsip kehati-hatian.

Keseimbangan Antara Risiko dan Manfaat

Hasan Basri Agus menekankan bahwa dana haji merupakan uang umat yang dikumpulkan dengan penuh perjuangan. Oleh karena itu, pengelolaannya harus dilakukan dengan ilmu dan pemahaman mendalam tentang manajemen risiko.

“Ini uang hasil kerja keras, keringat, bahkan air mata para calon jemaah. Maka, kehati-hatian menjadi prinsip utama. Namun, di sisi lain, dana ini harus dikelola agar menghasilkan manfaat yang lebih besar,” katanya.

Saat ini, nilai manfaat yang dihasilkan BPKH mencapai sekitar Rp10 triliun per tahun. Dengan perubahan regulasi, diharapkan jumlah ini dapat meningkat secara signifikan. Namun, tantangan utama yang harus diatasi adalah skema tanggung renteng dan mitigasi risiko apabila terjadi kerugian dalam investasi.

Komisi VIII DPR RI berkomitmen untuk menyusun regulasi yang dapat memberikan keleluasaan bagi BPKH dalam mengembangkan usahanya, sekaligus memastikan perlindungan dana umat. Salah satu aspek yang tengah dikaji adalah bagaimana memperkuat peran pengelola dalam mengambil keputusan investasi tanpa mengorbankan prinsip kehati-hatian.

“Perubahan UU ini diharapkan dapat memberikan kekuatan dan kapasitas lebih bagi penyelenggara dalam mengembangkan usaha BPKH di masa mendatang,” pungkas Hasan Basri Agus.

Tantangan Pengelolaan Dana Haji

Saat ini, dana haji yang dikelola BPKH mencapai lebih dari Rp160 triliun. Sebagian besar dana tersebut ditempatkan dalam instrumen keuangan syariah, termasuk deposito dan sukuk. Namun, dengan meningkatnya jumlah calon jemaah dan biaya penyelenggaraan ibadah haji, diperlukan strategi investasi yang lebih optimal agar manfaat yang diperoleh semakin besar.

Selain itu, wacana investasi dalam bentuk emas dan sektor riil seperti perkebunan sawit harus dikaji lebih mendalam, mengingat tantangan dalam aspek tata kelola dan risiko investasi jangka panjang.

Pembahasan lebih lanjut mengenai perubahan UU BPKH akan terus berlanjut di Komisi VIII DPR RI dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, praktisi ekonomi syariah, dan perwakilan masyarakat. •ssb/rdn

EMedia DPR RI