7 March 2025
Politik dan Keamanan

Revisi UU TNI, Desy Ratnasari Soroti Perspektif Human Security hingga Loyalitas Ganda

  • Maret 6, 2025
  • 0

Anggota Komisi I DPR RI Desy Ratnasari, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar bersama Ketua Badan Pengurus Setara Institute Dr. Ismail Hasani dan Peneliti Senior Imparsial serta Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Dr. Al-Araf, di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (4/3/2025). Foto: Jaka/vel.
Anggota Komisi I DPR RI Desy Ratnasari, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar bersama Ketua Badan Pengurus Setara Institute Dr. Ismail Hasani dan Peneliti Senior Imparsial serta Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Dr. Al-Araf, di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (4/3/2025). Foto: Jaka/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
– Anggota Komisi I DPR RI Desy Ratnasari menyoroti pentingnya perspektif human security dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). 

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar bersama Ketua Badan Pengurus Setara Institute Dr. Ismail Hasani dan Peneliti Senior Imparsial serta Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Dr. Al-Araf, Desy mengangkat sejumlah isu terkait penempatan prajurit TNI dalam birokrasi sipil dan kementerian.

Salah satu poin utama yang disoroti Desy adalah mengenai penempatan prajurit atau pejabat tinggi (Pati) TNI yang aktif dalam posisi-posisi sipil di berbagai lembaga negara. “Semua hukum manusia itu gak sempurna, pasti ada jeleknya. Nah tentu pertimbangan mudarat dan manfaatnya atau cost and benefit analisisnya dalam konteks perspektif ini sudah ada belum sih, Pak?,” tanya Desy dalam RDPU tersebut yang digelar di Ruang Rapat Komisi I, Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (4/3/2025).

“Kenyataannya saat ini dalam konteks kebencanaan atau penanggulangan bencana TNI memang selalu terlibat dan paling duluan yang hadir. Atau karena memang kompetensi mereka yang lebih siap dalam situasi darurat?!” lanjutnya sembari menekankan pentingnya prinsip meritokrasi dalam penempatan prajurit TNI di birokrasi sipil, yang harus didasarkan pada kompetensi, kinerja, dan kualifikasi. 

Tak  hanya itu, Legislator Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) tersebut juga mengingatkan mengenai potensi masalah loyalitas ganda bagi prajurit yang ditempatkan di kementerian, yang bisa menyebabkan konflik antara kewajiban mereka kepada Panglima TNI dan pejabat sipil di lembaga Pemerintah.

“Bagaimana cara menghilangkan loyalitas ganda ini? Apa kebijakan yang harus diambil jika penempatan prajurit aktif memberi manfaat lebih, berdasarkan data ilmiah?” tanya Desy.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Ismail Hasani dari Setara Institute menekankan pentingnya memperluas penafsiran terhadap UU TNI, terutama dalam konteks human security. Menurutnya, keamanan harus dipahami secara lebih holistik, mencakup situasi-situasi non-operasional militer seperti bencana dan penanggulangan masalah sosial. 

Ismail Hasani juga menyoroti pentingnya adanya dasar hukum yang jelas dan tegas dalam penempatan prajurit TNI di birokrasi sipil, agar tidak ada kebijakan yang diambil tanpa landasan hukum yang kuat. “Kita tidak boleh membiasakan diri mengangkat pejabat dulu baru mencari dasar hukumnya. Ini berbahaya bagi negara hukum kita,” tegas Ismail Hasani.

Di akhir diskusi, Desy Ratnasari menekankan perlunya kebijakan yang fleksibel namun tetap mempertimbangkan manfaat yang jelas bagi masyarakat. RDPU ini menjadi momen penting dalam pembahasan revisi UU TNI, yang diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih adaptif dan mengutamakan manfaat bagi masyarakat, sambil menjaga stabilitas dalam negeri. •pun/rdn

EMedia DPR RI