18 March 2025
Politik dan Keamanan

Azis Subekti: Konflik Pertanahan Harus Diselesaikan dengan Dialog

  • Maret 6, 2025
  • 0

Anggota Komisi II DPR RI Azis Subekti, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan RDPU Komisi II DPR RI bersama Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banten, Jawa Timur dan Kantor Pertanahan Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Sumenep serta serta masyarakat yang terdampak kasus pertanahan. Foto: Munchen/vel.
Anggota Komisi II DPR RI Azis Subekti, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan RDPU Komisi II DPR RI bersama Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banten, Jawa Timur dan Kantor Pertanahan Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Sumenep serta serta masyarakat yang terdampak kasus pertanahan. Foto: Munchen/vel.


PARLEMENTARIA
Jakarta, – Anggota Komisi II DPR RI Azis Subekti, menegaskan bahwa konflik pertanahan harus diselesaikan melalui dialog dan kerja sama antara masyarakat dan pemerintah. Pernyataan ini ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan RDPU Komisi II DPR RI bersama Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banten, Jawa Timur dan Kantor Pertanahan Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Sumenep serta serta masyarakat yang terdampak kasus pertanahan.

“Dari forum kita hari ini kita harus mengambil pelajaran yang penting, menyelesaikan masalah ternyata tidak bisa di luar, kita harus duduk bareng, pesan yang pertama kepada BPN, jadikan bapak-bapak yang membawa suara masyarakat ini sebagai mitra, bukan lawan,” tegas Azis melalui rilis yang diterima Parlementaria, Selasa (5/3/2024).

Ia meminta BPN untuk melihat masyarakat sebagai mitra, bukan sebagai lawan, dalam menyelesaikan persoalan pertanahan yang sering kali terjadi akibat kurangnya transparansi dan komunikasi. Azis juga menyoroti kelemahan BPN dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, yang menyebabkan banyak kebijakan tidak tersampaikan dengan baik. 

“BPN ini humasnya lemah. Yang disampaikan Ibu Menuk kan udah lama (tentang pencabutan SHGU-red) bahwa Pak Nusron bolak-balik mengatakan sudah mencabut. Pak Menteri ATR BPN lho. Kok masih ada yang belum tahu? Berarti kan humasnya lemah,” katanya. 

Menurut Azis, jika pemerintah telah bekerja keras tetapi masyarakat tidak mendapatkan informasi yang benar, maka akan muncul ketidakpercayaan dan kesalahpahaman.

“Tolong sehebat apapun, sekeras apapun pemerintah ini bekerja, termasuk Pak Prabowo, kalau humas pemerintah ini lemah, bahaya apalagi bila lebih banyak yang menyampaikan hoaks, daripada yang benar. Nanti pemerintah salah terus dimata masyarakat, ” ujarnya. 

Ia menegaskan bahwa pemerintah harus lebih aktif dalam melakukan sosialisasi kebijakan, agar tidak terjadi persepsi keliru yang merugikan masyarakat dan pemerintah sendiri. Dalam rapat tersebut, Azis juga menyoroti Proyek Strategis Nasional (PSN), yang menurutnya harus benar-benar memberi manfaat bagi rakyat.

“Tidak elok kalau saya mengatakan PSN itu proyek presiden sebelumnya, enggak boleh. PSN sudah ada, tapi penyimpangan-penyimpangan yang ada, harus diluruskan,” ujarnya.

Jika ada proyek yang ternyata tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat, maka proyek tersebut harus dievaluasi dan dihentikan. 

“Namanya juga PSN, proyek strategis nasional. Strategis untuk siapa? Untuk negara, untuk rakyat. Kalau ternyata tidak strategis untuk negara, ya sudah cukup sampai di situ,” tegasnya.

Azis juga menegaskan bahwa Presiden Prabowo tidak pernah memberikan instruksi atau intervensi dalam konflik pertanahan, terutama dalam kasus-kasus yang merugikan rakyat. “Saya mengingatkan di forum ini, bahwa Pak Prabowo itu tidak pernah order apapun terkait pembelaan-pembelaan terhadap urusan begini. Yang ada kalau itu mengganggu keadilan rakyat, kalian harus dukung,” katanya.

Ia juga meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya pada pihak yang mengatasnamakan presiden atau Partai Gerindra dalam konflik pertanahan. “Kalau ada orang-orang yang turun ke bawah mengaku-ngaku dari presiden, mengaku-ngaku dari Gerindra dan merugikan rakyat, jamin itu tidak betul. Tidak ada,” tegasnya. •rnm/aha

EMedia DPR RI