Mulyadi Ingatkan Semangat Presiden, Pentingnya Revitalisasi Ketahanan Pangan
- Maret 4, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI, Mulyadi, menekankan pentingnya revitalisasi sektor pangan sebagai bagian dari amanat Pasal 33 Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, yang mengharuskan pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Semangat kami bersama Pak Prabowo di awal perjuangan adalah meyakinkan masyarakat bahwa beliau berkomitmen melaksanakan Pasal 33,” ujar Mulyadi dalam Rapat Kerja dengan Menteri Perdagangan dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama Perum Bulog di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Ia menegaskan bahwa dalam implementasi kebijakan ketahanan pangan yang digaungkan Presiden Prabowo, kementerian terkait perlu melakukan revitalisasi dan reorientasi kebijakan guna mewujudkan kemandirian pangan di Indonesia.
“Hari ini kita rapat untuk mengklarifikasi kata impor yang terus diulang-ulang. Padahal, penyair dan penyanyi kita mengingatkan, ‘Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman.’ Tapi kenyataannya, kita masih terus membicarakan impor. Artinya, ada kebijakan yang perlu direvitalisasi dan direorientasi agar program ketahanan pangan yang dicanangkan Pak Presiden dapat terwujud,” ujarnya.
Lebih lanjut, legislator Fraksi Partai Gerindra itu menegaskan keyakinannya bahwa Menteri yang kini menjabat memiliki kompetensi untuk menerjemahkan visi dan misi Presiden dalam bidang ketahanan pangan. Ia pun menyarankan agar pemerintah menyusun agenda pembenahan, optimalisasi, dan pengembangan guna mengurangi ketergantungan terhadap komoditas impor.
“Kita perlu roadmap yang jelas agar ketergantungan kita terhadap impor berkurang secara bertahap,” tambahnya.
Mulyadi juga mendorong pembentukan desk pengembangan lintas kementerian untuk meningkatkan koordinasi dalam mengurangi impor. “Ini penting untuk memperkuat kebersamaan dan kolaborasi antarinstansi, agar negeri ini semakin maju,” tegasnya.
Sebagai wakil dari Bogor, ia turut menyampaikan kegelisahan masyarakat setempat terkait kebijakan tata ruang yang menyebabkan bencana alam di kawasan Puncak. Menurutnya, lahan perkebunan teh milik PTPN yang kini dianggap tidak produktif seharusnya dimanfaatkan untuk ketahanan pangan, bukan dialihfungsikan menjadi kawasan wisata dan perdagangan yang justru merusak konservasi air.
Mulyadi menegaskan bahwa seluruh pihak harus bekerja dalam satu komando dengan Presiden, bukan sekadar menjadikan jabatan sebagai simbol seremonial.
“Kita semua yang hadir dalam rapat ini adalah bagian dari perjuangan untuk mewujudkan amanah bangsa dan membawa Indonesia menuju kemajuan yang lebih baik. Jangan sampai kesalahan yang sama terulang dan akhirnya kita menjadi sampah sejarah,” pungkasnya. •rnm/aha