Hadapi Kebijakan Impor Tak Terkendali, Pemerintah Seperti Alami Kelelahan Pengawasan
- Maret 4, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Aimah Nurul Anam mengungkapkan sejumlah kekhawatiran terkait dampak negatif yang dihadapi oleh tenaga kerja dan industri dalam negeri, akibat kebijakan impor yang tidak terkendali. Menurutnya, situasi ekonomi Indonesia menjelang bulan Ramadan semakin mengkhawatirkan.
Sebagai contoh, berdasarkan laporan yang ia terima, beberapa waktu lalu, ribuan karyawan PT Sri Rejeki Isman (Sritex), sebuah perusahaan tekstil besar di Indonesia, terpaksa kehilangan pekerjaan mereka akibat adanya pengurangan karyawan yang signifikan. PHK ini, baginya, adalah bagian dari dampak tidak langsung dari tingginya volume impor produk tekstil dari luar negeri.
“Kami khawatir ini bukan hanya akan terjadi di sektor tekstil, tetapi juga akan meluas ke sektor industri lainnya,” ujar Mufti dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso dan Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Utama Perum Bulog Novi Helmy Prasetya di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Maka dari itu, Mufti menekankan pentingnya pembatasan impor, bahkan menyarankan untuk menghentikan impor secara total, jika perlu, guna melindungi industri dalam negeri yang semakin terpuruk. Ia merujuk pada fenomena e-commerce yang mempermudah barang-barang dari luar negeri masuk ke Indonesia tanpa melalui prosedur regulasi yang ketat.
Hal ini menjadi sorotannya lantaran memperoleh laporan yang menyebutkan bahwa sebuah e-commerce besar memiliki gudang di Tanjung Priok, yang memungkinkan barang dapat langsung dikirim ke konsumen tanpa pemeriksaan di bea cukai. “Isu ini perlu ditindaklanjuti oleh Kementerian Perdagangan, agar ada upaya nyata untuk memeriksa dan mengontrol peredaran barang impor yang tidak tercatat secara resmi. Jika tidak, industri dalam negeri, termasuk sektor tekstil, akan semakin tertekan,” tegasnya.
Selain itu, Mufti juga mengkritisi kurangnya pengawasan terhadap sektor perdagangan digital yang marak belakangan ini. Ia menyoroti fenomena influencer yang memberikan meninjau produk secara tidak etis, termasuk kasus penipuan terhadap pengusaha makanan yang melibatkan pemerasan sebesar 350 juta rupiah.
Lebih lanjut, dirinya juga menyinggung soal dugaan mega korupsi di PT Pertamina (Persero) yang kembali mencuat. Ia menilai adanya kejanggalan dalam distribusi bahan bakar yang merugikan konsumen dan industri kecil. Ia menjelaskan konsumen yang menggunakan BBM dari Pertamina dikabarkan sering mengalami kerusakan pada kendaraan mereka, yang memicu keresahan di kalangan masyarakat.
Menutup pernyataannya, ia menyampaikan kini pemerintah tengah menunjukkan adanya “kelelahan” dalam menjalankan fungsi pengawasan yang semestinya. “Ketika ada celah seperti ini, ada ketidakhadiran pemerintah dalam melindungi pengusaha dan konsumen. Ini menjadi masalah besar yang harus segera ditangani,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu. •um/rdn