Dorong LPEI Cetak Eksportir Baru dan Desa Devisa
- Maret 4, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) telah mencetak 1.097 eksportir baru dan membina 1.845 desa devisa sepanjang tahun 2024. Capaian ini menunjukkan komitmen LPEI dalam mendukung pelaku UMKM untuk menembus pasar internasional.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin, mendorong LPEI untuk terus mencetak eksportir baru dan mengembangkan desa devisa.
“Saya mendukung langkah LPEI dalam menciptakan eksportir baru dan mendorong pengembangan desa devisa. Namun, penting bagi LPEI untuk memastikan bahwa para pelaku usaha ini tidak hanya mampu memasuki pasar global, tetapi juga dapat mempertahankan daya saing dan keberlanjutan usahanya dalam jangka panjang,” ujar Puteri dalam keterangannya, Senin (3/3/2025).
Puteri meminta LPEI untuk mempermudah prosedur dan persyaratan dalam program Coaching Program for New Exporter (CPNE) dan desa devisa bagi UMKM, sehingga lebih banyak pelaku usaha dapat berpartisipasi dan berkembang di pasar ekspor.
Selain itu, ia juga mendukung pengembangan desa devisa yang berfokus pada komoditas kakao dan kelapa. Puteri menekankan pentingnya peran LPEI dalam membantu Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) dalam memberikan edukasi terkait rencana pungutan ekspor untuk kedua komoditas tersebut, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Dana Perkebunan.
“Jika sebelumnya pungutan ekspor hanya berlaku untuk sawit, nantinya skema ini akan diperluas ke kakao dan kelapa. Namun, manfaatnya juga kembali ke petani, seperti melalui peremajaan lahan, penyediaan sarana dan prasarana, hingga pengembangan SDM. Oleh karena itu, sejauh mana koordinasi yang telah dilakukan LPEI dengan BPDP terkait rencana ini?” ujar Puteri.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa pemenuhan kebutuhan kakao dan kelapa di pasar domestik juga dapat mendukung kebijakan hilirisasi industri. Berdasarkan data Bappenas, sebanyak 756,98 juta butir kelapa masih diekspor dalam bentuk mentah.
“Selama ini, pemanfaatan kelapa masih sebatas kopra yang diolah menjadi minyak kelapa, padahal ada air kelapa, sabut kelapa, dan tempurung kelapa yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Jika dihitung secara total, menurut Bappenas, potensi ekonomi yang hilang dari komoditas kelapa di Indonesia hampir mencapai Rp90 triliun. Oleh karena itu, saya meminta LPEI turut mendorong hilirisasi kelapa agar nilai tambahnya bisa dinikmati di dalam negeri,” tutup Puteri. •rnm/aha