25 February 2025
Kesejahteraan Rakyat

Bahas Revisi UU Haji, Komisi VIII Soroti Stabilitas Biaya & Layanan

  • Februari 25, 2025
  • 0

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko. Foto: Arief/vel.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko. Foto: Arief/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Komisi VIII DPR RI bersama pemerintah tengah membahas revisi Undang-Undang (UU) Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah di tingkat Panitia Kerja (Panja). Revisi ini dilakukan setelah pemerintah membentuk Badan Penyelenggara Haji (BPH).

Ketua Panja Revisi UU sekaligus Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, mengungkapkan bahwa revisi ini cukup signifikan, bahkan bisa menyerupai penyusunan undang-undang baru.

“Ya, poinnya banyak. Ini termasuk (merevisi) 50% dari undang-undang yang ada. Jadi, nanti bukan hanya revisi kecil, tapi bisa seperti menyusun undang-undang yang baru,” ujar Singgih di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (24/2/2025).

Singgih menegaskan bahwa revisi ini dilakukan setelah pembentukan BPH. Ia juga menyoroti wacana pembentukan Kementerian Haji sebagai alternatif dalam mengelola penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, dibandingkan hanya mengandalkan lembaga seperti BPH.

“Kalau lembaga, kan, sama seperti Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Lembaga itu tidak punya cabang di daerah. Jadi, lebih baik kementerian, karena kalau lembaga seperti BPKH, mereka tetap tidak bisa punya cabang di daerah,” jelasnya.

Menurutnya, ada dua opsi dalam wacana ini, yaitu memisahkan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) dari Kementerian Agama (Kemenag) atau meningkatkan status BPH menjadi kementerian.

Kontrak Jangka Panjang 

Di kesempatan yang sama, anggota Komisi VIII DPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), mengusulkan agar kontrak jangka panjang dengan maskapai penerbangan dan penginapan bagi jemaah haji diatur dalam revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

“Tadi juga disampaikan, bagus bila ada carter pesawat yang bersifat multiyears atau berjangka panjang. Saya kira, sama dengan kontrak penginapan, kenapa tidak juga dibuat jangka panjang?” kata HNW dalam rapat bersama Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Luar Negeri di Gedung DPR RI.

Ia mencontohkan Malaysia yang telah menerapkan sistem kontrak jangka panjang dengan pengelola penginapan di Arab Saudi melalui skema tabungan haji. Hal ini memungkinkan jemaah mendapatkan fasilitas penginapan yang lebih baik dengan harga lebih terjangkau.

Selain itu, HNW menekankan pentingnya tender terbuka dalam kontrak jangka panjang dengan maskapai penerbangan agar maskapai yang memiliki pesawat berkualitas lebih baik dan harga lebih kompetitif bisa ikut bersaing.

“Bila tender terbuka dan ada maskapai yang menawarkan pesawat lebih berkualitas dengan harga lebih murah, kenapa tidak? Ini bagian yang layak dikaji lebih lanjut,” tambahnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, juga telah mengusulkan skema kontrak jangka panjang dengan maskapai penerbangan untuk menjamin pelayanan yang lebih baik dan menjaga stabilitas harga tiket penerbangan haji.

“Kontrak jangka panjang ini dapat menciptakan stabilitas harga, peningkatan efisiensi perencanaan, serta memberikan kepastian layanan bagi jemaah haji,” kata Hilman.

Dengan pembahasan yang masih berlangsung, Komisi VIII DPR RI berupaya agar revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah ini dapat memberikan solusi terbaik bagi penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. •ssb/aha

EMedia DPR RI