Komisi V Tinjau Program 3 Juta Rumah di NTB, Soroti Keterbatasan Anggarannya
- Februari 24, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Lombok Barat – Komisi V DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) guna mengawasi pelaksanaan Program Pembangunan 3 Juta Rumah yang menjadi salah satu arahan utama Presiden Prabowo Subianto. Selama kunjungan berlangsung, para anggota dewan Komisi V DPR RI menyoroti berbagai aspek mulai dari kualitas infrastruktur, kesiapan sumber daya manusia, hingga keberlanjutan anggaran program tersebut.
Perlu diketahui, agenda ini merupakan langkah awal dalam memastikan program perumahan nasional dapat berjalan sesuai harapan, dengan tetap mengedepankan kesejahteraan masyarakat serta keberlanjutan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sebab itu, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Ridwan Bae menegaskan bahwa pencapaian target pembangunan rumah dalam skala besar ini membutuhkan strategi inovatif, terutama dalam pembiayaan.
Berdasarkan Buku II Nota Keuangan Rancangan APBN 2025, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp18,775 miliar untuk skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yang hanya cukup untuk membangun sekitar 220.000 unit rumah. Jumlah ini jauh dari target yang ditetapkan.
“Jika melihat realisasi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) selama 10 tahun terakhir yang hanya mencapai 1,55 juta unit dari target 2,56 juta, kita harus realistis. Untuk mencapai 3 juta rumah per tahun, dibutuhkan inovasi dalam pendanaan, termasuk melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU),” ujar Ridwan Bae saat memimpin agenda Kunjungan Kerja Spesifik Komisi V DPR RI di Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Jumat (21/2/2025).
Lebih lanjut, dirinya turut menyoroti tren penurunan anggaran pembiayaan infrastruktur perumahan yang terus berlanjut sejak 2021. Dari awalnya sekitar Rp350 miliar di APBN 2021, anggaran ini menyusut menjadi Rp160,7 miliar pada 2024. Padahal, tantangan utama dalam program ini adalah ketersediaan lahan yang luas serta akses masyarakat terhadap skema pembiayaan yang terjangkau.
Salah satu langkah strategis yang telah ditempuh adalah penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dengan investor asal Qatar, Sheikh Abdulaziz bin Abdulaziz bin Abdulrahman Al Thani, untuk membiayai pembangunan 1 juta rumah di kawasan perkotaan.
Namun, Ridwan menegaskan bahwa skema ini perlu dikaji lebih lanjut agar tidak hanya menguntungkan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. “Fokus kita harus tetap pada masyarakat berpenghasilan rendah. Jangan sampai skema pembiayaan justru menjadi hambatan baru bagi mereka yang membutuhkan rumah layak,” imbuhnya.
Selain itu, ia juga menekankan urgensi pembentukan dan optimalisasi Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). Badan ini, ungkapnya, diharapkan bisa mampu mengelola dana konversi sebagai alternatif kewajiban pembangunan rumah subsidi dalam skema hunian berimbang, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 dan PP Nomor 12 Tahun 2021.
Sebagai informasi, berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 689/KPTS/M/2023, pembangunan 3 juta rumah membutuhkan setidaknya 18.000 hektare lahan. Dengan keterbatasan anggaran dan tantangan teknis yang ada, mewakili Komisi V DPR RI, ia berkomitmen untuk terus mengawal dan memastikan program ini berjalan dengan baik serta benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan.
“Komisi V DPR RI akan terus mengawasi dan mendorong solusi konkret agar program ini tidak hanya menjadi sekadar target angka, tetapi benar-benar terealisasi secara berkualitas dan tepat sasaran,” pungkas Politisi Fraksi Partai Golkar itu.
Turut hadir dalam agenda tersebut di antaranya Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (KemenPKP) Sri Haryati dan Direktur Pembangunan dan Perumahan Perkotaan Aswin G Sukahar. •um/aha