Komisi X: APK Pendidikan Tinggi Indonesia Masih Tertinggal Jauh
- Februari 21, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Surabaya – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Himmatul Aliyah, menyoroti rendahnya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia dalam kunjungan kerja spesifik ke Universitas Airlangga, Surabaya. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya peningkatan akses dan kualitas pendidikan tinggi guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Indonesia sedang melamar menjadi anggota OECD. Namun, jika kita melihat data pendidikan tinggi, tantangan kita masih sangat besar. Jumlah penduduk berpendidikan tinggi di Indonesia masih relatif sedikit dibandingkan dengan negara-negara anggota OECD,” ujarnya, Kamis (20/2/2025).
Menurut data BPS 2024, diketahui hanya 6,68% dari total populasi Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi, sementara rata-rata negara OECD mencapai 47,42%. Bahkan di tingkat ASEAN, APK pendidikan tinggi Indonesia pada 2022 hanya 31,45%, jauh tertinggal dari Malaysia (43%), Thailand (49,29%), dan Singapura (91,09%).
Himmatul Aliyah mengungkapkan bahwa pemerintah menargetkan APK pendidikan tinggi mencapai 43,87% pada 2035 dan 60% pada 2045. Untuk mencapai target ini, berbagai kebijakan afirmasi, subsidi, serta bantuan pendidikan tinggi yang berkeadilan terus dikembangkan.
“Investasi pendidikan harus difokuskan pada pemerataan akses, peningkatan kualitas, serta relevansi dengan perkembangan zaman. Akses pendidikan tinggi masih terkendala faktor ekonomi, sosial, dan geografis, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” jelasnya.
Politisi Fraksi Gerindra ini juga mengungkapkan bahwa hingga 2024, total penerima KIP Kuliah telah mencapai 985.577 mahasiswa dari total lebih dari 9,32 juta mahasiswa yang sedang berkuliah di Indonesia.
Lebih lanjut, Himmatul Aliyah pun menyoroti peran perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) dalam peningkatan APK. Berdasarkan data APTISI, sekitar 75% mahasiswa Indonesia berkuliah di PTS, namun alokasi anggaran pendidikan tinggi masih timpang, dengan PTN menerima 94% dan PTS hanya 6%.
“DPR RI terus mendorong agar ada peningkatan anggaran bagi PTS, karena mereka memiliki tanggung jawab besar dalam meningkatkan akses pendidikan tinggi,” kata Legislator Dapil DKI Jakarta II ini.
Selain itu, ia menekankan pentingnya sistem penerimaan mahasiswa baru yang adil, transparan, dan akuntabel. PTN diharapkan lebih mengutamakan jalur seleksi berbasis prestasi dan tes yang terjangkau, sementara PTS memiliki fleksibilitas dalam menjaring mahasiswa sesuai kebutuhan pasar dan keahlian spesifik. •we/aha