Komisi II Evaluasi Penyelenggaraan Pilkada di Lampung, Dorong Revisi UU Pemilu
- Februari 17, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Bandar Lampung – Komisi II DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Provinsi Lampung dalam rangka mengevaluasi penyelenggaraan Pemilihan Nasional dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Evaluasi ini mencakup berbagai aspek, mulai dari turunnya tingkat partisipasi pemilih, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), hingga mekanisme penyelesaian sengketa Pilkada. Hasil evaluasi ini mendorong pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu agar sistem pelaksanaan Pilkada ke depan lebih baik dan berkeadilan.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin, menegaskan bahwa diperlukan mekanisme yang lebih jelas dalam penanganan pelanggaran pemilu agar penegakan hukum dapat berjalan maksimal. Ia menyoroti perbedaan mekanisme tata kerja dalam menangani pelanggaran pada Pemilu dan Pilkada, yang menurutnya harus diselaraskan.
“Perlu ada mekanisme yang jelas dalam penanganan pelanggaran pemilu, jangan sampai persoalan penegakan hukum tidak berjalan maksimal. Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan bahwa Pemilu dan Pilkada merupakan satu rezim, sehingga aturan mainnya harus dibuat lebih selaras,” jelas Zulfikar kepada Parlementaria usai memimpin Kunjungan Kerja Spesifik ke Provinsi Lampung, pada Kamis (13/2/2025).
Selain itu yang tidak kalah penting dalam evaluasi ini adalah penurunan tingkat partisipasi pemilih di beberapa wilayah di Lampung. Berbagai faktor diduga menjadi penyebab, mulai dari kurangnya sosialisasi yang efektif hingga faktor teknis dalam pemungutan suara. Komisi II DPR RI menilai bahwa sistem penyelenggaraan Pilkada perlu diperbaiki agar masyarakat lebih antusias dalam menggunakan hak pilihnya.
“Kita perlu memahami apa yang menyebabkan partisipasi pemilih menurun. Apakah karena kurangnya sosialisasi, aksesibilitas pemilih, atau ada faktor lain? Ini harus kita dalami supaya ke depan Pilkada lebih partisipatif,” ujar Zulfikar.
Legislator Partai Golkar tersebut juga menemukan adanya indikasi ketidaknetralan ASN dalam Pilkada. Masih ada dugaan keterlibatan pejabat daerah dalam mendukung pasangan calon tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini menjadi perhatian serius karena dapat mencederai prinsip demokrasi yang adil dan jujur.
“Netralitas ASN ini masih menjadi isu klasik yang terus berulang dalam setiap penyelenggaraan pemilu dan Pilkada. Maka dari itu, perlu ada penguatan regulasi dan pengawasan yang lebih ketat agar ASN tidak berpihak,” tambahnya.
Lebih daripada itu, Zulfikar menyoal perihal metode kampanye yang masih didominasi oleh kegiatan pengumpulan massa besar dan pemberian bantuan dalam bentuk pasar murah sembako. Menurutnya, praktik ini harus menjadi catatan penting dalam penyelenggaraan Pilkada ke depan karena dapat berpotensi menimbulkan black campaign atau bahkan konflik antarpendukung.
“Metode kampanye harus lebih substantif, tidak hanya sekadar euforia. Harus ada aturan yang lebih tegas terkait kampanye yang menghadirkan massa dalam jumlah besar atau kegiatan seperti pasar murah sembako, karena ini bisa berpotensi menjadi politik transaksional,” jelasnya.
Komisi II DPR RI menegaskan bahwa evaluasi ini akan menjadi bahan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu. Perbaikan regulasi diperlukan agar penyelenggaraan Pilkada mendatang dapat berjalan lebih baik, partisipatif, dan transparan.
Dengan berbagai temuan ini, DPR RI berkomitmen untuk mendorong revisi UU Pemilu guna menciptakan sistem pemilihan yang lebih berintegritas. Ke depan, diharapkan pemilu dan Pilkada tidak hanya menjadi ajang demokrasi prosedural, tetapi juga benar-benar mencerminkan aspirasi dan kepentingan rakyat. •blf/aha