Edi Oloan: Oknum di Kementerian ATR-BPN Diduga Banyak Jadi Mafia Tanah
- Februari 12, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Edi Oloan Pasaribu menyinggung adanya dugaan oknum di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kemen-ATR/BPN) yang terlibat dalam praktik mafia tanah. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II dengan Kepala Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat; Kepala Kanwil BPN Jakarta; Kepala Kantor Pertanahan Kota Bekasi; Kepala Kantor Pertanahan Kota Jakarta Timur; Gerakan Masyarakat Setia Mekar (GEMAS); Lembaga Anti Mafia Tanah Indonesia (LAMTI); dan Dr. John N. Palinggi di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/02/2025).
“Mafia tanah tidak akan dapat berani tanpa adanya oknum yang terlibat di jajaran BPN. Ia menilai, praktik mafia tanah bermula dari oknum-oknum tersebut, praktik mafia tanah ini tidak muncul begitu saja kalau tidak ada oknum-oknum di BPN yang memberi akses. Artinya, mafia tanah itu berasal dari orang dalam itu sendiri,” kata Edi Oloan Pasaribu dalam rapat tersebut.
Lebih lanjut, Edi menjelaskan, praktik mafia tanah ini kerap membuat masyarakat kehilangan hak atas tanah yang mereka miliki. Salah satu modus yang sering terjadi adalah penyerobot dan pengusuran juga penerbitan sertifikat tanah ganda yang menyebabkan konflik. “Jika praktik ini tidak dilakukan oleh oknum-oknum BPN, tentu tidak akan ada konflik agraria yang akan terjadi,” ujar Edi.
“Jika praktik ini tidak dilakukan oleh oknum-oknum BPN, tentu tidak akan ada konflik agraria yang akan terjadi”
Dia menilai, dampak dari lemahnya penegakan hukum agrarian, masyarakat sering kali hanya diminta untuk menempuh jalur hukum, meski dasar permasalahnya berasal dari oknum BPN itu sendiri. “Biasanya masyarakat hanya disarankan silakan tempuh jalur pengadilan, dan mereka harus menghadapi pengusaha nakal yang sudah mempersiapkan utuk hal tersebut,” ungkapnya.
Politisi Fraksi PAN ini meminta Kementerian ATR/BPN segera menertibkan oknum-oknum pegawai yang bertugas agar praktik mafia tanah dapat dihentikan. “Kita ini jangan jadi tukang stempel yang mudah dibayar. Kalau ingin memberantas mafia tanah, BPN harus bersih-bersih dari dalam terlebih dulu dan menjalankan tata kelola yang baik terhadap sistem pertanahan di Indonesia,” tegasnya.
Adapun beberapa pengaduan dan laporan yang masuk ke Komisi II, di antaranya dari Gerakan Masyarakat Setia Mekar (GEAMS) terkait penyerobotan dan penggusuran lahan warga klaster Setia Mekar Residen di Tambun Selatan seluas 3,3 Hektar sebagai dampak putusan Pengadilan Negeri Cikarang. Selanjutnya pengaduan dari Lembaga Anti Mafia Tanah Indonesia (LAMTI) terkait dengan pengusuran lahan perumahan tanah di Duren Sawit Jakarta Timur sebanyak 14 rumah dengan luas lahan 3887 meter persegi, juga surat dari Yayasan Pengawal Etika Nusantara dan Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan terkait usulan masukan terkait penyelesaian permasalahan pertanahan di Indonesia.
“Ini baru sebagian yang Komisi II DPR tangani,” urainya.
Dalam RDP ini, Komisi II meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) segera menindaklanjuti laporan para korban. “Saya berharap dalam beberapa bulan ke depan ada laporan progres, harus selesai, sehingga kami punya update terhadap proses-proses yang masuk,” pintanya. •rdn