Ahmad Fauzi Dorong Regulasi Ketat Perusahaan Penyalur Pekerja Migran
- Februari 5, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Fauzi, mengusulkan agar setiap perusahaan pengirim pekerja migran ke luar negeri wajib memiliki lembaga pelatihan. Menurutnya, ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang mengatur perusahaan penyalur tenaga kerja masih terlalu normatif.
Karena itu, ia meminta pemerintah memperketat regulasi terhadap perusahaan penyalur pekerja migran agar lebih bertanggung jawab. “Saya ingin menyoroti pasal-pasal terkait perusahaan swasta yang merekrut dan mengirim pekerja migran. Saat ini aturannya sangat normatif, hanya menyebut syarat berbadan hukum tanpa rincian lebih lanjut. Seharusnya, syaratnya lebih detail agar tidak sekadar formalitas,” ujar Fauzi dalam keterangannya, Senin (3/2/2025).
Legislator asal Dapil Banten I itu menyoroti berbagai persoalan pekerja migran yang kerap terjadi akibat perusahaan pengirim yang tidak kompeten. “Banyak perusahaan yang tidak profesional dan tidak bertanggung jawab terhadap pekerja yang mereka kirim ke luar negeri. Misalnya, belum lama ini viral di TikTok kasus penyiksaan tenaga kerja di Arab Saudi. Saat KJRI Jeddah mencoba melacak alamat korban, ternyata sulit ditemukan. Ini menunjukkan bahwa perusahaan yang mengerahkan pekerja migran harus memenuhi persyaratan lebih ketat,” paparnya.
Selain mengusulkan regulasi yang lebih rinci bagi perusahaan penyalur tenaga kerja, Fauzi juga menekankan pentingnya kompetensi pekerja migran sebelum diberangkatkan. “Pertama, pekerja harus menguasai bahasa negara tujuan penempatan. Kedua, mereka harus memiliki keterampilan sesuai bidang pekerjaan yang akan dijalani. Ketiga, pekerja harus memahami budaya negara tujuan. Ketiga aspek ini harus dicantumkan dalam RUU Perlindungan PMI,” tegasnya.
Ia menekankan agar proses perekrutan tidak hanya didasarkan pada usia dan ijazah semata. “Jangan sampai perekrutan dilakukan asal-asalan—asal memenuhi usia minimal, asal punya ijazah, lalu dikirim tanpa memahami budaya dan bahasa negara tujuan. Misalnya, budaya Thailand atau Filipina. Banyak pekerja migran bahkan tidak mengetahui bahasa negara yang akan mereka tinggali,” imbuhnya.
Sebagai solusi, Fauzi mengusulkan agar setiap perusahaan pengirim pekerja migran wajib memiliki lembaga pelatihan yang terdata dan terakreditasi. “Perusahaan tenaga kerja harus memiliki workshop atau mendirikan lembaga pelatihan resmi. Minimal, calon pekerja harus dibekali keterampilan bahasa dan pemahaman budaya setempat agar lebih siap bekerja dan tidak mengalami kendala,” ujarnya.
Lebih lanjut, Fauzi meminta pemerintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan pengirim pekerja migran. Ia menyoroti masih banyaknya perusahaan yang lepas tangan setelah masa kerja pekerja migran habis, sehingga mereka berisiko menjadi pekerja ilegal.
“Banyak kasus pekerja migran yang dibiarkan begitu saja setelah kontraknya berakhir. Jika terjadi konflik dengan majikan, mereka bisa saja ditelantarkan di negara asing dan terpaksa hidup tanpa perlindungan. Hal seperti ini tidak boleh terus berulang,” pungkas Ahmad Fauzi. •hal/aha