PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi XII DPR RI Jalal Abdul Nasir, menyambut baik penerapan biodiesel B40 mulai Januari 2025. Namun, pria yang akrab disapa Haji Jalal ini menyoroti kesiapan infrastruktur dan potensi dampak sosial.
“Langkah ini positif untuk emisi, tetapi pemerintah harus memastikan kesiapan distribusi dan teknologi kendaraan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Minggu (12/1/2025).
Politisi Fraksi PKS ini memaparkan bahwa banyak kendaraan di Indonesia belum dirancang untuk bahan bakar dengan kandungan nabati tinggi seperti B40. Karena itu, ia meminta Kementerian ESDM memprioritaskan uji coba menyeluruh.
“Kendaraan yang tidak kompatibel dapat mengalami kerusakan mesin, ini harus dicegah sejak dini,” tambahnya.
Aleg asal Dapil Jabar VII juga menekankan risiko ekspansi kebun sawit yang dapat merusak hutan. “Pada tahun 2021, Greenpeace melaporkan 3 juta hektare hutan telah hilang akibat sawit. Kebijakan ini berpotensi memperburuk situasi jika tidak diawasi secara ketat,” kata Jalal.
Sehingga, ia menekankan pentingnya sertifikasi berkelanjutan bagi produsen sawit. Dalam aspek ekonomi, Jalal meminta pemerintah menjamin harga sawit yang adil bagi petani kecil.
“Banyak petani belum menikmati harga yang layak. Pemerintah harus menciptakan mekanisme distribusi yang memastikan keuntungan juga dirasakan oleh petani kecil,” ujarnya.
Sebagai solusi, Jalal mengusulkan pengembangan infrastruktur distribusi berbasis digital. “Dengan teknologi IoT (Internet of Things), distribusi biodiesel dapat dipantau secara real-time, mencegah penyelewengan dan mempercepat penyaluran ke daerah-daerah terpencil,” sarannya.
Diketahui, kebijakan B40 yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 341 Tahun 2024 diharapkan dapat meningkatkan kuota biodiesel menjadi 15,6 juta kilo liter pada 2025. Kebijakan ini bertujuan menekan emisi karbon sekaligus mengurangi impor solar, namun pelaksanaannya membutuhkan pengawasan yang ketat. •pun/rdn