6 January 2025
Populer

Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan

  • Desember 27, 2024
  • 0

Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron. Foto : Dok/Andri. PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan

Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron. Foto : Dok/Andri.

PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Menurutnya, selain sebagai upaya meningkatkan pendapatan negara, kebijakan ini harus memprioritaskan perlindungan terhadap masyarakat rentan.

Dirinya menekankan bahwa kenaikan pajak harus diarahkan secara selektif, terutama pada barang-barang mewah yang menjadi konsumsi kalangan atas. “Saya sepakat bahwa kenaikan PPN ini sebaiknya dibatasi (hanya) untuk barang-barang mewah. Langkah ini penting untuk memastikan masyarakat berpenghasilan rendah tidak terbebani,” ujar Herman melalui rilis yang diterima oleh Parlementaria, di Jakarta, Selasa (24/12/2024).

Politisi Fraksi Gerindra itu pun mengapresiasi langkah pemerintah untuk menerapkan pajak nol persen pada kebutuhan pokok, seperti sembako. Perlu diketahui, kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan konsekuensi dari penerapan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan rencananya akan berlaku 1 januari 2025. Undang-undang ini adalah produk hukum antara pemerintah dan DPR RI.

“Insentif fiskal dan subsidi harus menjadi bagian integral dari implementasi kebijakan ini”

“Kebijakan afirmatif seperti ini menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat bawah, dan saya yakin ini akan membantu menjaga daya beli mereka di tengah tantangan ekonomi,” imbuh Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.

Di sisi lain, Herman melihat potensi besar dari pengenaan pajak barang mewah dalam meningkatkan pendapatan negara tanpa menekan mayoritas masyarakat. Baginya, pendekatan ini tidak hanya adil, tetapi juga strategis untuk memastikan pemerataan ekonomi.

Dengan pendapatan pajak yang lebih tinggi dari sektor barang mewah, pemerintah dapat memperkuat program seperti bantuan sosial, subsidi pendidikan, dan layanan kesehatan. “Kalangan berkemampuan tinggi harus turut berkontribusi lebih besar melalui pajak, terutama untuk mendukung program-program pro rakyat yang membutuhkan pembiayaan besar,” jelasnya.

Mitigasi Dampak Inflasi dan Strategi Jangka Panjang

Kekhawatiran mengenai potensi dampak kenaikan PPN terhadap inflasi juga mendapat perhatian serius dari Herman. Ia percaya pemerintah sudah mempersiapkan langkah mitigasi yang matang.

“Saya yakin, pemerintah tidak akan membiarkan dampak negatif dari kebijakan ini meluas tanpa penanganan. Insentif fiskal dan subsidi harus menjadi bagian integral dari implementasi kebijakan ini,” tegasnya.

Lebih jauh, Herman menilai bahwa kenaikan PPN dapat menjadi momentum untuk memperkuat kapasitas fiskal negara. “Pendapatan negara yang meningkat dapat digunakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, memperluas jangkauan program pro rakyat, dan memperkuat stabilitas ekonomi nasional,” terangnya.

Menutup pernyataan, Herman mengajak semua pihak, baik masyarakat, pelaku usaha, maupun legislatif, untuk mendukung kebijakan ini dengan tetap memberikan masukan konstruktif. Ia memaham kenaikan PPN memang menjadi tantangan besar bagi seluruh pihak terkait. Namun, dengan pendekatan selektif dan kebijakan pendukung yang tepat, dirinya percaya dampak positifnya akan terasa bagi pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.

“Pemerintah harus terus berkomunikasi dengan berbagai pihak agar kebijakan ini dapat diterima dan memberikan manfaat maksimal. Dengan sinergi yang baik, kenaikan PPN ini dapat menjadi langkah besar menuju ekonomi yang lebih inklusif dan berkeadilan,” pungkas legislator Daerah Pemilihan Jawa Barat VIII itu. •ums/rdn