Komisi X Tinjau Implementasi Merdeka Belajar di SMPN 2 Kota Bandung
- 0
- 2 min read
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, saat memimpin kunjungan lapangan ke SMP Negeri 2 Kota Bandung. Foto: Kiki/vel.
PARLEMENTARIA, Bandung – Komisi X DPR RI melakukan kunjungan lapangan ke SMP Negeri 2 Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Rabu (20/11/2024). Kunjungan ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan Kebijakan Merdeka Belajar yang telah diterapkan di sekolah-sekolah di daerah selama lima tahun terakhir.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menjelaskan bahwa kunjungan ini memberikan kesempatan untuk mendengar dan berdialog langsung dengan para pemangku kepentingan pendidikan, termasuk guru, kepala sekolah, komite sekolah, orang tua, hingga siswa.
“Saat ini adalah masa transisi yang sangat penting. Selama lima tahun terakhir, banyak transformasi telah diterapkan di berbagai jenjang pendidikan, termasuk di tingkat SMP. Kami ingin melihat dan mendengar langsung inovasi yang sudah dilakukan, serta berdialog dengan para stakeholder. Dari kunjungan ini, kami menemukan banyak hal positif dari kebijakan Merdeka Belajar yang telah diterapkan,” ujar Hetifah.
Masukan untuk Kebijakan Pendidikan
Hetifah menyampaikan bahwa transformasi pendidikan yang dilakukan pemerintah berupaya melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, keluarga, guru, institusi pendidikan, dunia usaha, masyarakat, dan peserta didik. Tujuannya adalah menciptakan pendidikan berkualitas dan menjadikan siswa sebagai agen perubahan.
Namun, Hetifah juga menyoroti sejumlah masukan penting, termasuk terkait kurikulum, sistem penerimaan siswa baru (PPDB), dan asesmen nasional. “Kami berharap inovasi yang diterapkan di sekolah seperti SMP Negeri 2 Bandung dapat menjadi contoh bagi sekolah lain di seluruh Indonesia,” tambahnya.
Tantangan dalam Implementasi PPDB
Hetifah juga menyoroti implementasi PPDB berbasis zonasi yang bertujuan membuka akses pendidikan lebih luas dan menghapus stigma “sekolah favorit”. Namun, kebijakan ini menghadapi sejumlah tantangan, seperti kesenjangan fasilitas sekolah, kualitas guru yang beragam, kendala transportasi, hingga manipulasi data alamat.
“Guru-guru menyampaikan bahwa sistem zonasi membuat komposisi siswa lebih beragam secara akademik. Namun, di sisi positif, anak-anak yang awalnya kurang berprestasi justru bisa berkembang dengan baik berkat sistem pembelajaran di sekolah ini. Meski begitu, masih diperlukan peningkatan sarana prasarana, terutama untuk mendukung seni dan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus,” ujar Hetifah.
Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Hetifah menutup kunjungan dengan menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI saat ini sedang mengupayakan revisi terhadap Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
“Salah satu fokus revisi adalah memperpanjang wajib belajar menjadi 13 tahun, mencakup satu tahun pendidikan pra-sekolah. Selain itu, revisi juga akan mengakomodir isu perlindungan guru, kebutuhan anggaran pendidikan, serta isu-isu lain yang belum terwadahi dalam regulasi saat ini. Anggaran untuk mendukung perluasan program juga harus dipastikan tersedia,” pungkasnya. •qq/aha
- Komisi X
- Seputar Isu