PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menyoroti aksi peternak sapi perah yang membuang susu hasil produksinya karena tidak terserap Industri Pengolahan Susu (IPS) sehingga membuat mereka merugi. Mufti mengaku mendapat aduan dari lapangan adanya oknum Pemerintah yang menginstruksikan agar pihak perusahaan atau pabrik memilih menggunakan susu sapi impor.
“Pemerintah perlu memprioritaskan peternak lokal kita jangan sampai kemudian karena ada impor susu yang itu tujuannya untuk bisa mencukupi soal program bergizi yang diusulkan oleh Pemerintah tapi justru akan mengorbankan peternak lokal,” kata Mufti Anam dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/11/2024).
Seperti diketahui, peternak susu perah di berbagai daerah melancarkan aksi protes dengan melakukan mandi susu hingga membuang susu perah secara cuma-cuma lantaran industri dituding lebih memilih menggunakan susu impor. Salah satunya terjadi di Pasuruan, Jawa Timur yang merupakan daerah pemilihan (Dapil) Mufti.
Mufti menceritakan ada keluhan dari para peternak susu sapi di Pasuruan bahwa mereka merasa dibohongi. Pihak pabrik awalnya mengaku sedang tidak beroperasi karena ada perbaikan dan berhenti memproduksi susu sehingga tidak menyerap susu segar dari peternak lokal.
Setelah diusut, menurut para peternak, nyatanya pabrik tersebut tetap beroperasi namun menggunakan susu impor. Ketika dicari tahu lebih dalam, ada dugaan keterlibatan oknum Pemerintah dalam mengakomodir susu impor.
“Bahkan katanya ada instruksi dari oknum Pemerintah untuk bagaimana mereka (pabrik) bisa menyerap susu dari impor ini,” tuturnya.
Isu susu sapi lokal yang tidak terserap ini pun dianggap karena kontrol dari Pemerintah yang kurang karena keran impor susu dibuka luas dan tidak ada pajak untuk susu dari luar negeri. Eksportir ke Indonesia seperti Selandia Baru dan Australia memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas (FTA) sehingga harga susu impor lebih murah 5 persen dari susu lokal.
Padahal melalui Peraturan menteri Pertanian Nomor 33 Tahun 2018, Pemerintah sebenarnya sudah menetapkan kewajiban agar perusahaan pengolahan susu bekerja sama dengan koperasi peternak rakyat untuk menyerap susu sapi perah. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan yang menjalin kemitraan dengan peternak lokal tidak sampai 20% dari total jumlah pelaku usaha pengolahan susu.
“Dalam berapa bulan terakhir permintaan susunya diturunkan bahkan terakhir-terakhir tidak mengirim ke pabrik. Sangat disayangkan sikap seperti itu, seharusnya mereka bisa duduk bersama untuk menemukan win-win solutionnya,” jelas Mufti.
Legislator dari dapil Jawa Timur II ini menekankan agar Pemerintah mendorong pemberdayaan peternak lokal dibandingkan dengan pemanfaatan susu sapi impor. Meski baru berkontribusi sekitar 20% dari kebutuhan IPS, Mufti menilai Pemerintah bisa melakukan berbagai intervensi termasuk memperbanyak program-program yang bisa meningkatkan produktivitas peternak sapi perah lokal.
“Sebenarnya mudah saja bagi Pemerintah untuk bagaimana bisa menyerap susu para petani lokal. Bagaimana peran Pemerintah memberdayakan para peternak ini,” tukasnya.
Dalam aksi solidaritas peternak sapi di Boyolali, mereka membuang sekitar 50 liter susu sapi atau sama dengan Rp 400 juta jika terjual. Susu yang dibuang tersebut berasal dari 20 ribu peternak yang dibawa ke tempat pembuangan akhir. Salah satu alasan IPS kurang menyerap produksi susu lokal karena harganya yang dinilai lebih tinggi daripada susu impor. •aha