PARLEMENTARIA, Jakarta – Di tengah semakin cepatnya perubahan dan tuntutan profesionalisme dalam birokrasi, DPR RI bergerak menuju transformasi manajemen aparatur sipil negara yang lebih inklusif, profesional, dan kompetitif. Salah satu pendekatan kunci yang menjadi sorotan dalam proses ini adalah penerapan Knowledge Management (KM), sebuah strategi penting yang diyakini mampu meningkatkan kinerja dan daya saing lembaga.
Dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pengembangan Knowledge Management di DPR RI”, Deputi Persidangan Sekretariat Jenderal DPR RI, Suprihartini, menegaskan pentingnya KM sebagai elemen yang tidak bisa diabaikan dalam upaya membangun ASN yang lebih unggul. “Knowledge management tidak hanya berfungsi untuk mengelola pengetahuan yang ada, tetapi juga menciptakan dan menyebarkan pengetahuan baru yang dapat meningkatkan kinerja lembaga kita,” tegasnya dalam sambutannya di hadapan peserta diskusi di Perpustakaan DPR RI, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Pendekatan KM ini, menurut Suprihatrini, bukan sekadar alat untuk mengatur informasi, tetapi juga memfasilitasi proses belajar yang dinamis dalam organisasi. DPR RI, sebagai lembaga dengan peran strategis dalam fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, memerlukan sistem pengelolaan pengetahuan yang terstruktur agar bisa menjalankan tugasnya dengan lebih efisien dan efektif.
Pengetahuan: Aset Berharga dalam Organisasi
Suprihatrini menekankan bahwa pengetahuan merupakan aset berharga yang harus dikelola secara sistematis. DPR RI diharapkan menjadi organisasi pembelajar yang selalu mengutamakan pengetahuan sebagai dasar dalam setiap proses pengambilan keputusan. “Indikator dari organisasi pembelajaran adalah menjadikan belajar sebagai pekerjaan dan kompetensi,” ungkapnya. Namun, dia juga mengakui adanya tantangan dalam penerapan KM di kalangan pegawai, di mana beberapa merasa bahwa KM adalah beban tambahan yang bisa mengganggu penyelesaian tugas-tugas utama mereka.
Oleh karena itu, penting bagi DPR RI untuk menciptakan lingkungan yang mendorong pembelajaran formal maupun nonformal. Pembelajaran formal dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan yang bersifat berjenjang, sedangkan pembelajaran nonformal bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan sehari-hari. Melalui kedua bentuk pembelajaran ini, pegawai dapat menjadikan pengetahuan sebagai basis kerja, sehingga mereka dapat lebih produktif dan inovatif dalam menjalankan tugasnya.
Knowledge Management: Sebuah Proses Berkelanjutan
Dalam konteks organisasi, KM tidak hanya sebatas mengumpulkan informasi, tetapi juga mengidentifikasi, menyimpan, dan menyebarluaskan pengetahuan. Pengetahuan yang dikelola dengan baik dapat memberikan solusi atas berbagai masalah yang dihadapi organisasi dan mempercepat penyelesaian tugas. Pengetahuan yang dimaksud di sini terbagi menjadi dua jenis, yaitu explicit knowledge (pengetahuan yang terdokumentasi dan mudah diakses) dan tacit knowledge (pengetahuan yang masih tersimpan dalam diri individu, mencakup aspek kognitif dan teknis).
FGD ini juga menyoroti pentingnya melakukan pemetaan pengetahuan dalam organisasi, untuk memastikan bahwa setiap unit kerja memiliki keunggulan dan pengetahuan yang relevan dengan tugas pokok dan fungsinya. Suprihatrini menggarisbawahi bahwa ada tiga kegiatan utama dalam KM, yaitu knowledge sharing, knowledge capture, serta pemanfaatan dan penerapan pengetahuan. Semua ini harus dilakukan secara sistematis agar KM dapat menjadi bagian strategis dari kinerja DPR RI.
Dengan adanya KM, DPR RI diharapkan dapat semakin meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme dalam menjalankan fungsi-fungsi utamanya. Transformasi ini tidak hanya penting untuk menghadapi tantangan masa depan, tetapi juga sebagai upaya untuk terus memperkuat peran DPR RI dalam melayani masyarakat dan membangun bangsa. •ssb/aha