Kemandirian Lembaga Yudikatif dan Kepastian Hukum di Tengah Tantangan Integritas
- 0
- 3 min read
Anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman, saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK), Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial (KY), dan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) RI. Foto: Prima/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Komisi III DPR RI bersama dengan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK), Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial (KY), dan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) RI, Anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap arah penyusunan rencana kerja dan anggaran lembaga-lembaga yudikatif untuk tahun anggaran 2025.
Dalam rapat yang membahas Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) tahun anggaran 2025, Benny menyoroti kecenderungan lembaga yudikatif untuk mengikuti agenda strategis nasional yang disusun oleh pemerintah, atau eksekutif. Menurutnya, hal ini dapat menyebabkan subordinasi kekuasaan yudikatif di bawah kekuasaan eksekutif, sebuah kondisi yang dianggapnya sebagai sebuah kekeliruan serius.
Benny menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial memiliki kewenangan yang diberikan langsung oleh konstitusi, bukan oleh eksekutif maupun legislatif. “Jika Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial menyusun agenda yang sama dengan pemerintah, maka ini menunjukkan bahwa lembaga yudikatif tidak memiliki agenda sendiri yang independen,” ujarnya di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2024).
Ia mengingatkan bahwa lembaga yudikatif memiliki peran penting dalam penegakan hukum dan kepastian hukum, yang merupakan harapan rakyat Indonesia. “Rakyat Indonesia menghendaki kepastian hukum, rakyat menghendaki manfaat yang sebesar-besarnya dari penegakan hukum, dan kepastian hukum itu tentunya berada di tangan lembaga yudikatif,” kata Benny.
Lebih lanjut, Benny menyinggung sejarah di mana kekuasaan yudikatif pada masa Orde Baru berperan dalam melaksanakan program pemerintah melalui konsep Resopim (Revolusi Sosial Politik). Namun, ia menegaskan bahwa situasi saat ini tidak boleh mengulangi sejarah tersebut. “Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi tidak menjalankan tugas pemerintahan, tidak melaksanakan program pemerintah, begitu juga Komisi Yudisial. Jika mereka melaksanakan tugas pemerintah, itu sama saja dengan praktik Orde Lama, demokrasi terpimpin,” tegas Benny.
Melalui pernyataannya, Benny menekankan pentingnya lembaga yudikatif untuk menjaga kemandiriannya dalam menyusun visi dan misi, serta rencana kerja dan anggaran yang benar-benar berlandaskan pada amanat konstitusi, bukan atas dasar mengikuti program pemerintah. Ia menyarankan agar lembaga-lembaga yudikatif menyusun anggaran berdasarkan kewenangan konstitusional mereka dan kemudian mengajukannya kepada Kementerian Keuangan, untuk selanjutnya dibahas bersama DPR.
Pernyataan Benny ini mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas mengenai kemandirian lembaga yudikatif di Indonesia dalam menjalankan fungsinya tanpa intervensi dari kekuasaan eksekutif. Dalam konteks ini, upaya untuk menjaga integritas dan kemandirian lembaga yudikatif menjadi sangat krusial, tidak hanya untuk kepastian hukum, tetapi juga untuk masa depan demokrasi di Indonesia. •ssb/aha