11 December 2024
Kesejahteraan Rakyat

Evaluasi Olimpiade Paris, ‘Sport Science’ dan Pendampingan Psikologi Penting Bagi Atlet Indonesia

  • Agustus 14, 2024
  • 0

Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira. Foto : Dok/Andri. PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira mengingatkan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemuda dan

Evaluasi Olimpiade Paris, ‘Sport Science’ dan Pendampingan Psikologi Penting Bagi Atlet Indonesia
Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira. Foto : Dok/Andri.

PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira mengingatkan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk menerapkan keilmuan olahraga (sport science) dan pendampingan psikologi, yang mana menjadi bagian dari Desain Besar Olahraga Nasional (DBON). Dalam pelaksanaannya, DBON menjadi acuan dalam pengembangan olahraga nasional.

“Kita sudah punya DBON, panjat tebing sebenarnya sudah masuk DBON, meskipun baru dimulai sejak dua tahun ini. Ke depan pembinaan olahraga harus berjenjang sesuai yang sudah diamanatkan dalam UU Keolahragaan yang telah disepakati antara DPR dan Pemerintah,” jelas Andreas dalam rilis yang disampaikan kepada Parlementaria, di Jakarta, Selasa (13/8/2024).

Perlu diketahui, DBON merupakan program Pembangunan Olahraga Jangka Panjang 2021-2045 yang mencakup olahraga pendidikan, olahraga masyarakat, dan olahraga prestasi. Salah satu target dari DBON yakni Indonesia mampu meraih prestasi terbaik di Olimpiade 2044, yang merupakan amanat dari UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.

Meskipun pemerintah sudah mengeluarkan Perpres Nomor 86 Tahun 2021 tentang DBON, Andreas menyebut masih diperlukan pula aturan-aturan turunan untuk menunjang teknisnya, terutama untuk pembibitan dan pembinaan atlet. Dalam rangka mengoptimalkan hasil pembinaan pada cabor prioritas ini, salah satu fokus dari DBON adalah penerapan metode sport science.

Metode ini menerapkan berbagai ilmu pengetahuan seperti ilmu kepelatihan, biomekanika, motor control, dan motor development, psikologi, nutrisi, serta cabang ilmu lainnya. Selain itu, sport science memprediksi dan membandingkan hasil dari tes yang sebelumnya telah dilakukan, memonitor hasil pelatihan yang telah dilakukan, dan menetapkan suatu tujuan.

Apabila perlu dilakukan suatu revisi program, kata Andreas, sport science dapat digunakan untuk melakukan identifikasi bakat dan penentuan sasaran. Metode ini dinilai mampu menjadi media parameter untuk melihat kemampuan kesehatan seorang atlet.

“Harus ada aturan pendukung untuk mendukung itu, termasuk penyiapan fasilitas penunjang. Khususnya, piranti-piranti penerapan sport science. Pengadaan sport science ini sangat penting agar pembinaan atlet tidaklah sia-sia,” terang Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

“Harus ada aturan pendukung untuk implementasi itu, termasuk penyiapan fasilitas penunjang. Kami mendorong Pemerintah untuk segera membuat aturan turunan dari UU Keolahragaan terkait pembinaan atlet”

Lebih lanjut, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu menjelaskan sport science dapat diterapkan untuk mengevaluasi hasil Olimpiade Paris 2024, terutama pada cabang olahraga bulutangkis yang menjadi andalan namun kurang memberikan hasil terbaik seperti biasanya. “Kan dari segi kualitas pemain kita kemarin di Olimpiade kan nggak kalah dari negara lain, bahkan banyak atlet kita yang lebih unggul. Tapi saya lihat, atlet bulutangkis kita mentalnya kurang tough kemarin,” urai Andreas.

Dengan penerapan DBON, Andreas menyebut seharusnya ada psikolog yang mendampingi para atlet sebagai bagian dari pembinaan sehingga mental para atlet bisa lebih terjaga. “Jadi aspek psikologi ini juga penting. Sport science melibatkan berbagai aspek seperti urusan psikologi, di samping pembinaan atlet harus dilakukan secara berjenjang dan dengan aspek teknis dan fisik,” tambahnya.

Menurutnya, pendampingan psikologi bagi atlet sangat diperlukan terutama di ajang-ajang kompetisi yang tingkat persaingannya sangat tinggi seperti Olimpiade. Maka aspek pembinaan psikologi sangat diperlukan.

“Atlet pasti merasa under pressure karena mereka dituntut meraih medali atau prestasi. Mereka harus membawa nama baik bangsa, lalu bersaing dengan atlet-atlet besar. Jadi aspek pembinaan psikologi ikut menentukan prestasi atlet ,” papar Andreas.

Memang kondisi psikis setiap orang berbeda. Misalnya, Gregoria (Jorji) Mariska Tunjung yang dinilai Andreas mampu lebih kuat secara mental saat Olimpiade Paris lalu. “Saya melihat Jorji agak berbeda ya dengan atlet-atlet lainnya saat pertandingan kemarin. Jorji terlihat jauh lebih tenang, walaupun berat juga perjuangannya. Tapi mentalnya tampak lebih kuat, terlihat daya juangnya tinggi sekali,” katanya.

Terlepas dari hal itu, Andreas menyebut aspek psikologi dan aspek-aspek lainnya tetap harus diperhatikan dalam upaya meningkatkan kualitas atlet. Hal ini perlu dicantumkan dalam aturan-aturan teknis turunan DBON sehingga pembinaan atlet dapat semakin lebih optimal.

Di antaranya adalah penyediaan infrastruktur kebutuhan sport science. “Harus ada aturan pendukung untuk implementasi itu, termasuk penyiapan fasilitas penunjang. Kami mendorong Pemerintah untuk segera membuat aturan turunan dari UU Keolahragaan terkait pembinaan atlet,” tandas Andreas.

Sebagai informasi, adapun cabor prioritas DBON sendiri meliputi bulutangkis, angkat besi, panjat tebing, panahan, menembak, wushu, karate, taekwondo, balap sepeda, renang, atletik, senam artistik, pencak silat, dan dayung. •um/rdn

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *