PARLEMENTARIA, Ubud – Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon mendorong para anggota parlemen di ASEAN untuk lebih fokus pada isu pertanian agar para petani dapat lebih berdaya.
Hal tersebut ia sampaikan pada Pertemuan AIPA, Badan Pangan Dunia (Food Agricultural Organization/FAO), dan IISD dalam isu memperkuat peran parlemen untuk Panduan ASEAN dalam Memajukan Investasi Bertanggungjawab di Pangan, Pertanian dan Kehutanan atau yang dikenal dengan ASEAN-RAI.
Menurut Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) ini isu tani perlu menjadi fokus. Hal itu karena realitanya, kesejahteraan petani belum terjamin sepenuhnya. Berdasarkan data BPS, penghasilan petani skala kecil saat ini berada di angka Rp 5,23 juta per tahun. Sementara petani lainnya Rp 22,9 juta per tahun.
“Produksi tani terus menerus turun, dan kontribusi sektor kehutanan, pertanian dan perikanan kepada PDB berkurang 3,54 persen yoy pada kuartal pertama tahun 2024,” papar Fadli saat membuka acara (opening session) pertemuan multipihak kedua (second joint event) dalam acara tersebut, di Ubud, Bali, Rabu (24/7/2024).
Di sisi lain, tambahnya, tekanan demografi bertambah untuk penyediaan pangan. 280 juta jiwa rakyat Indonesia membutuhkan pangan tiga kali sehari. Pada saat yang sama, perubahan iklim yang berpengaruh pada cuaca ekstrem dan pasokan air, mempengaruhi kondisi pertanian.
Fadli juga menyarankan perlunya sebuah UU omnibus untuk sektor pertanian mengingat saat ini legislasi dalam isu dan sektor terkait sangat beragam.
Ia pun telah mendiskusikan hal tersebut pada awal tahun dan menghasilkan sejumlah catatan untuk sektor pertanian. Catatan tersebut di antaranya terkait pentingnya petani, pekebun, peternak untung hingga 30%. “Nilai Tukar Petani kita baru 112,46 pada 2023. Ini perlu ditingkatkan, dan untuk itu, pupuk, bibit, pakan ternak perlu ada,” lanjut Politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut
Fadli juga menyarankan perlunya sebuah UU omnibus untuk sektor pertanian mengingat saat ini legislasi dalam isu dan sektor terkait sangat beragam. Selain itu, fungsi Kementerian Pertanian perlu diperkuat dengan menggabungkan urusan lainnya yang saat ini ada di sejumlah Kementerian/Lembaga. “Urusan pertanian perlu menjadi urusan wajib di daerah sebagai langkah afirmasi ke sektor pertanian,” sarannya.
Ia juga menyoroti perlunya regenerasi petani agar kaum muda tertarik terjun menjadi petani. Data mencatat, petani millennial di Indonesia baru sekitar 21%. “Oleh karenanya pertanian perlu dikemas menarik agar memikat anak muda. Jika tidak kita akan mengalami kelangkaan petani dalam beberapa dekade ke depan,” prediksi Fadli.
Seiring dengan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih 2024-2029, ia menyambut baik sejumlah program yakni food estate, dan rencana program ke depan, seperti makanan bergizi gratis untuk siswa sekolah, swasembada pangan, energi dan air, ketersediaan bibit pupuk dan pakan ternak langsung ke petani, hingga lumbung pangan di desa, daerah dan nasional sebagai upaya substantif memperkuat politik pertanian.
“Jika berjalan dengan baik, program makanan bergizi gratis misalnya, tak hanya mengatasi stunting, tapi juga dapat menjadi sarana pemberdayaan bisnis lokal, peningkatan peran koperasi, dan peningkatan peran petani lokal,” urainya.
Beragam upaya untuk transformasi pertanian menuju agribisnis diperlukan. Oleh karenanya peningkatan investasi untuk isu pertanian, perlu dilakukan. ASEAN-RAI, menurut Fadli, dapat menjembatani upaya-upaya tersebut. “Panduan tersebut bermanfaat mendasar tidak hanya untuk sektor-sektor pertanian tetapi juga pada tata kelola nasional. Semoga melalui forum ini, parlemen dapat secara konkret mendukung upaya penguatan iklim pendukung bagi tata kelola pertanian dan bisnis petani ke depan,” harapnya.
Hadir dalam pertemuan ini para anggota parlemen dari ASEAN, perwakilan dari FAO, Duta Besar Spanyol untuk ASEAN, Duta Besar Swedia untuk ASEAN, dan sejumlah pakar dan panelis dari berbagai kalangan. •rdn