11 December 2024
Kesejahteraan Rakyat

Soroti Penurunan Jenazah Bayi di SPBU, Pelayanan Kesehatan Indonesia Tak Miliki Rasa Kemanusiaan

  • Juli 18, 2024
  • 0

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo. Foto: Munchen/vel. PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menyoroti kejadian aksi penurunan jenazah bayi laki-laki di Stasiun Pengisian

Soroti Penurunan Jenazah Bayi di SPBU, Pelayanan Kesehatan Indonesia Tak Miliki Rasa Kemanusiaan
Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo. Foto: Munchen/vel.

PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menyoroti kejadian aksi penurunan jenazah bayi laki-laki di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) oleh sopir ambulans RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar) yang tengah menyita perhatian publik. Jenazah bayi yang meninggal itu diturunkan karena keluarga pasien tak bisa membayar biaya tambahan yang diklaim untuk membeli BBM.

“Kejadian seperti ini sungguh pukulan keras bagi pelayanan kesehatan Indonesia. Betul-betul tidak ada rasa kemanusiaan. Apapun alasannya, harusnya ada pertimbangan karena ini soal kemanusiaan. Apalagi pihak keluarga sudah menyatakan tidak punya biaya lagi,” papar Rahmad dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (18/7/2024).

Adapun jenazah yang diturunkan itu merupakan bayi meninggal saat dilahirkan. Jenazah tersebut seharusnya diantar dari RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang ke Nanga Mau dengan jarak sejauh 72 km. Jenazah bayi diturunkan lantaran keluarga korban menolak membayar biaya tambahan yang disebut mencapai Rp 1,5 juta.

Menurut sopir, biaya tambahan itu diperlukan karena mobil ambulans yang digunakan menggunakan BBM Dexlite dengan biaya lebih mahal dari BBM biasa. Sementara di peraturan daerah, biaya yang ter-cover untuk kendaraan ambulans adalah yang menggunakan BBM Pertalite sehingga ada selisih biaya yang dibayarkan saat di rumah sakit dan kebutuhan sopir untuk membeli BBM.

Meski keluarga pasien menyebut biaya tambahan hingga Rp 1,5 juta, namun pihak rumah sakit menyebut sopir mengaku hanya meminta tambahan selisih BBM sebesar Rp 400 ribu.

Oleh karena itu menurutnya perlu ada investigasi terhadap kejadian penurunan jenazah. Terutama, kata Rahmad, ada indikasi praktik pungutan liar (pungli) dalam kasus ini. “Menurut saya pantas untuk ada pemberian sanksi dari pihak rumah sakit. Harus ada tindakan tegas oleh rumah sakit kalau model kaya gini,” ujarnya.

Rahmad juga meminta rumah sakit melakukan penelusuran dan evaluasi terhadap sopir-sopir ambulans lain. Termasuk untuk Dinas Kesehatan yang diharapkan turut mengecek sistem manajemen penggunaan ambulans di rumah sakit-rumah sakit lainnya di daerah tersebut.

“Telusuri kemungkinan pelanggaran lain baik oleh pelaku maupun sopir-sopir ambulans lainnya. Karena ada kemungkinan kejadian seperti ini sudah sering terjadi. Jadi butuh diinvestigasi dan rumah sakit harus bertanggung jawab,” imbuh Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Di sisi lain, Rahmad mendorong kepada Pemda untuk mengevaluasi peraturan terkait pelayanan ambulans dan ketegasan dalam pengimplementasiannya. Dengan begitu, tidak akan lagi ada celah yang digunakan sebagai alasan untuk pungli.

“Peraturan dibuat untuk dijalankan. Kalau masalah penerapan BBM saja bisa jadi alasan untuk pungli, artinya hal lain juga bisa dijadikan celah. Kalau tidak ada perbaikan, masyarakat yang akan terus menerus dirugikan,” tukas Rahmad.

Rahmad meminta semua pihak untuk mengingat urgensi dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang dibuat untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan perlindungan bagi masyarakat.

“Dengan adanya UU Kesehatan itu, kita harapkan kualitas sistem pelayanan kesehatan masyarakat bisa semakin maju. Bukan mengalami kemunduran seperti ini,” tutupnya. •gal/rdn

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *