Tambang Rakyat Kembali Makan Korban, Pemerintah Harus Segera Bentuk Satgas PETI
- 0
- 2 min read
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto. Foto : Dok/Andri.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mendesak Pemerintah segera membentuk satgas Pertambangan Tanpa Izin (PETI). Hal itu menyusul terjadinya bencana longsor besar tambang emas di Kecamatan Suwawa Timur, Provinsi Gorontalo, pada Minggu, 7 Juli 2024 lalu yang memakan korban sebanyak 325 orang.
“Kami berharap Pemerintah hadir dan tidak membiarkan praktik pengelolaan tambang rakyat yang berisiko tinggi tersebut. Apalagi draf Keppres pembentukan satgas pemberantasan PETI sudah di meja presiden sejak lama,” ujar Mulyanto dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, di Jakarta, Senin (15/7/2024).
Dijelaskannya, tambang rakyat serupa tersebar di seluruh Indonesia, serta melibatkan jumlah warga yang tidak sedikit. Apalagi sejak pandemi Covid-19 yang memicu turbulensi ekonomi, bagi masyarakat kelas bawah, yang pada akhirnya pertambangan rakyat menjadi tempat bergantung mata pencaharian mereka sehari-hari untuk menyambung hidup.
Sayangnya, pertambangan rakyat tersebut tidak tertata kelola dengan baik. Sehingga, kerap menimbulkan bencana dan korban jiwa. Tata kelola yang tidak baik itu, menurut Mulyanto, salah satunya disebabkan karena lemahnya pembinaan dan pengawasan dari Pemerintah.
“Pemerintah tidak boleh menutup mata dan melakukan pembiaran. Negara harus hadir melindungi segenap bangsa Indonesia. Harus ada langkah-langkah konkret bagi perbaikan tata kelola pertambangan rakyat ini ke depan”
Warga juga mengeluhkan izin pertambangan rakyat yang masih berbelit-belit, seiring muncul sejak Pemerintah melakukan re-sentralisasi perizinan melalui UU No. 3/2020 tentang Pertambangan Minerba.
Oleh karenanya, Politisi dari Fraksi PKS DPR RI itu menilai Pemerintah harus sungguh-sungguh memberikan perhatian. Pasalnya, dari adanya tambang rakyat itu mengakibatkan korban ratusan orang ini sangat besar. Apalagi diketahui sebanyak 27 orang meninggal dunia dan 15 orang belum ditemukan.
“Pemerintah tidak boleh menutup mata dan melakukan pembiaran. Negara harus hadir melindungi segenap bangsa Indonesia. Harus ada langkah-langkah konkret bagi perbaikan tata kelola pertambangan rakyat ini ke depan,” jelasnya.
Sedangkan, Satgas tambang ilegal yang digembar-gemborkan Pemerintah sampai hari ini berhenti hanya sebatas wacana. Surat keputusan Presiden terkait hal itu pun tidak kunjung hadir.
Untuk diketahui sampai hari ketujuh sejak hari kejadian longsor di Gorontalo tersebut tercatat sebanyak 27 orang ditemukan meninggal dunia dan 15 orang hilang. Berdasarkan data dari Basarnas Gorontalo, total sementara korban bencana longsor di Desa Tulabolo Timur, Kecamatan Suwawa Timur, Provinsi Gorontalo itu mencapai 325 orang. •ayu/rdn