Mulyanto Tegaskan Power Wheeling Bahayakan Kedaulatan Energi Nasional
- 0
- 3 min read
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto. Foto: Oji/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menilai pembahasan RUU EBET (energi baru energi terbarukan) masih alot, khususnya terkait dengan pasal power wheeling. Sehingga, ia berharap tidak dulu disahkan di tingkat Paripurna DPR RI.
“Jangan dulu (RUU EBET) disahkan di tingkat Paripurna DPR RI, wong rapat timus-timsin (tim perumus dan tim sinkronisasi) saja ditunda. Jadi belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan tingkat I di Rapat Pleno Komisi VII,” kata Mulyanto dalam dalam keterangan tertulis di Parlementaria, di Jakarta, Kamis (11/7/2024)
Anggota Panja RUU EBET itu pesimistis RUU EBET dapat diselesaikan oleh DPR RI periode 2019-2024. Hal tersebut mengingat pembahasan substansinya yang masih panjang. Sebut saja terkait aturan Power Wheeling, di mana Fraksi PKS menolak dimasukannya aturan tersebut dalam RUU EBET.
Menurutnya, power wheeling atau penggunaan bersama jaringan transmisi kepada pihak ketiga adalah istilah yang dapat membuat misleading. Power wheeling merujuk kepada mekanisme yang memperbolehkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual secara langsung terhadap masyarakat melalui jaringan transmisi PLN.
Power wheeling merujuk kepada mekanisme yang memperbolehkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual secara langsung terhadap masyarakat melalui jaringan transmisi PLN.
Sehingga, persoalan power wheeling ini terkesan hanyalah masalah teknis terkait transmisi listrik. Ia menduga, hal itu sebagai sebuah kesengajaan dalam upaya menyembunyikan/mengaburkan inti dari masalah, atau sekadar latah mengambil peristilah asing yang sebenarnya tidak lugas menggambarkan hakekat persoalan yang sesungguhnya dihadapi dalam konteks Indonesia.
“Kenapa tidak menggunakan saja bahasa yang lugas, bahwa norma yang dimaksud adalah membolehkan pihak swasta untuk menjual listrik EBET yang diproduksinya secara langsung kepada masyarakat dengan atau tanpa menyewa jaringan transmisi/distribusi milik negara,” tegasnya.
Politisi dari Fraksi PKS ini menilai jika sekadar sewa jaringan transmisi saja maka tidak perlu diatur dalam undang-undang lagi, karena cukup menggunakan skema bisnis B to B antara pihak swasta dengan PLN. Norma ini, tambahnya, sudah diatur dalam UU No. 30/2009 tentang Ketenagalistrikan. Begitu juga kalau listrik EBET yang qdibangkitkan digunakan untuk keperluan perusahaan itu sendiri (captive power) juga sudah diatur dalam UU di atas.
Oleh karena itu, menurutnya, pasal ini bukan sekadar mengatur soal sewa jaringan transmisi PLN oleh pihak swasta, namun implikasi yang berbahaya adalah dimungkinkannya pihak pembangkit listrik swasta untuk menjual listrik secara langsung kepada pengguna listrik dengan mengambil peran PLN.
Lebih jauh dari itu, Mulyanto menilai hal itu terkait prinsip, di mana bertabrakan dengan norma yang telah ada bahwa pihak swasta tidak dapat menjual listrik yang diproduksinya kepada masyarakat. Sebab listrik dikuasai negara dan pengusahaannya dilakukan oleh badan usaha milik negara/daerah. Sehingga PLN harus menjadi single buyer listrik dari pembangkit yang ada, sekaligus menjadi single seller listrik kepada para pengguna.
“Ini adalah prinsip monopoli negara atas sektor kelistrikan sebagai amanat konstitusi agar listrik tidak dikuasai orang-perorang, yang akhirnya harganya ditentukan oleh mekanisme pasar. Menjadikan pihak swasta dapat menjual listrik yang diproduksinya secara langsung kepada masyarakat, jelas-jelas adalah liberalisasi sektor kelistrikan. Dan sebelum net zero emission tahun 2060 PLN sudah bubar,” tegasnya.
Sebagai informasi DIM (daftar inventaris masalah) Pemerintah terkait power wheeling dalam pasal 24A ayat (2) adalah sbb: Pemenuhan kebutuhan konsumen akan penyediaan tenaga listrik yang bersumber dari Energi Baru/Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan berdasarkan rencana usaha penyediaan tenaga listrik yang memprioritaskan Energi Baru/Energi Terbarukan, dan dapat dilakukan dengan pemanfaatan bersama jaringan transmisi dan/atau jaringan distribusi melalui mekanisme sewa jaringan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagalistrikan. •ayu/rdn