PARLEMENTARIA, Jakarta – Panja Timah Komisi VI DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk mendapatkan masukan terkait dengan tata kelola pertambangan timah. Dalam RDPU pada Kamis (13/6/2024) tersebut, Komisi VI mendengarkan penjelasan dari Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, Wakil Ketua Asosiasi Industri Timah Indonesia, Ketua Asosiasi Eksportir Timah Indonesia, serta pakar dari Universitas Gajah Mada, Yenti Garnasih dan Irine Handika.
Usai mendengarkan penjelasan dari kelima narasumber, Anggota Komisi VI Harris Turino mengatakan pendalaman dari para ahli ini menjadi langkah Panja Timah Komisi VI untuk dapat mendalami persoalan tata kelola pertambangan timah mulai dari hulu hingga hilir.
Mengingat, persoalan tata kelola pertambangan timah masih menjadi persoalan serius yang bahkan baru-baru ini menyeret salah satu perusahan plat merah, PT Timah dalam dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
“Informasi (dari para ahli) ini sangat penting, karena harapannya adalah terjadi perbaikan dan kelola secara keseluruhan termasuk juga mengembalikan posisi PT Timah sebagai perusahaan BUMN yang mampu memberikan sumbangan terbesar dari sisi industri timah ya,” kata Harris, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta.
Salah satu usulan yang menarik bagi Harris adalah masukan dari Irine Handika. Harris mengatakan setidaknya ada tiga hal penting yang bisa dilakukan dalam pengelolaan timah dan optimalisasi peran BUMN. Diantaranya adalah traceability bijih timah. Hal ini untuk dapat menjamin keterlacakan bijih sepanjangan diatur adanya kewajiban bagi stakeholder untuk memverifikasi asal usul bijih.
Kemudian yang kedua adalah PT Timah sebagai pengumpul timah. “Ini sasarannya tentu bayangan saya adalah untuk menjadikan Indonesia sebagai price maker nantinya. Dan yang ketiga adalah PT Timah sebagai penjamin ketersediaan ingot nasional,”kata Politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut. •bia/aha