Hinca Dorong IOM dan UNHCR Serius tangani Pengungsi Rohingya di Indonesia
- 0
- 3 min read
Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan dalam foto bersama usai mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR RI di Banda Aceh, Jumat (31/5/2024). Foto: Hira/vel.
PARLEMENTARIA, Banda Aceh – Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan menyoroti keseriusan IOM (International Organization for Migration) dan UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) terhadap pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia, melalui jalur masuk Aceh. Ia menilai kedua lembaga tersebut terkesan lambat dalam menangani permasalahan pengungsi. Maka dari itu, dirinya menyoroti IOM dan UNHCR untuk serius menangani persoalan tersebut.
“Jangan di kita sebagai negara penampungan sementara ini menjadi berlama-lama, karena itu berdampak problem lain,” ujar Hinca kepada Parlementaria usai pertemuan dengan Kanwil Kumham Aceh dalam rangka Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR RI di Banda Aceh, Jumat (31/5/2024).
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa persoalan pengungsi Rohingya yang masuk Indonesia merupakan hal yang cukup serius. Sebab, selain menyangkut tragedi kemanusiaan, lama kelamaan kedatangan pengungsi ini ditolak masyarakat Aceh, yang sebelumnya para pengungsi tersebut diterima dengan tangan terbuka. Namun, tambahnya, jika persoalan pengungsi ini tidak diselesaikan, ke depannya akan semakin banyak masalah yang muncul.
‘Misalnya, sudah ada belasan (anak pengungsi Rohingya) lahir. Ini pelik sekali. Warga negara mana dia (anak pengungsi Rohinya tersebut). Bagaimana memperlakukan itu? Belum lagi pengawasan terhadap pengungsi ini yang sudah juga keluar dari tempat yang seharusnya, bahkan sudah keluar jauh dari Aceh sampai ke Sumatera Utara. (Berada di) perbatasan, Langkat dan di perbatasan Dairi atau Pakpak Barat. Ini soal kita,” lanjut Politisi Dapil Sumatera Utara ini.
Tak hanya itu, ia pun menemukan bahwa adanya sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di laut yang membawa pengungsi masuk ke Indonesia.
“Bahkan ada yang nyewain kapal, ada yang pemilik kapal, ada yang ngatur sampai ke dalam daratan, tapi kemudian tiba-tiba semuanya cuci tangan. Kita sulit sekali mengejarnya dan akhirnya jadi bisnis, bisnis yang baik (berasal) dari negara asal maupun negara tujuan sementara di tempat itu,” jelasnya.
Maka dari itu, menurutnya, terkait kejahatan penyelundupan manusia, Mabes Polri seharusnya tak lagi membiarkan sendirian kerja Polda atau Polres menangani hal itu. Melainkan juga Polri harus ikut turun tangan guna mencegah kejahatan transnasional.
“Seperti yang dilakukan oleh Australia. Dia (Australia) enggak mau nerima (pengungsi) itu karena di situ kejahatan transnasionalnya”
“Seperti yang dilakukan oleh Australia. Dia (Australia) enggak mau nerima (pengungsi) itu karena di situ kejahatan transnasionalnya. Jadi bukan lagi dilihat sebagai pengungsi titik, tapi pengungsi koma, yang di situ ada kejahatan jual beli manusia jadi transnasional,” ungkap Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.
Diketahui, dari hasil pertemuan Komisi III dengan mitra seperti Polda Aceh dan Kanwil Kumham, bahwa untuk mengatasi persoalan pengungsi Rohingya ini, perlu dilakukan perubahan atas peraturan perundang-undangan yang ada, baik dari tingkat UU sampai tingkat PP. Sebab, peraturan yang ada saat ini, menurutnya, belum memiliki beleid yang mengatur terkait tindakan pencegahan pada kasus transnasional seperti kejadian pengungsi di Rohingya ini.
“Apalagi sekarang ada inisiatif perubahan Undang-Undang Imigrasi untuk fokus mencegah pengungsi masuk ke Indonesia. Jadi, pertemuan hari ini sangat bagus dengan spesifik mengenai kasus pengungsi,” pungkasnya. •hal/rdn