#Politik dan Keamanan

RUU Pelayaran Harus Atur Tegas Larangan Pinjam Nama Armada Asing Gunakan Identitas Masyarakat Lokal

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Anas Thahir dalam Rapat Kerja Badan Legislasi, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2024). Foto: Jaka/Andri.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Anas Thahir dalam Rapat Kerja Badan Legislasi, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2024). Foto: Jaka/Andri.

PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Anas Thahir menyampaikan bahwa harus ada pasal yang mengatur secara tegas larangan praktek pinjam nama untuk armada kapal asing. Menurutnya, praktek pinjam nama kerap ditemukan di berbagai daerah, termasuk daerah asalnya di Banyuwangi. Dalam konteks ini, armada milik negara asing kerap kali masuk dan beroperasi di Indonesia dengan menggunakan nama identitas masyarakat lokal.

“Jika kita sepakati ada penyempurnaan atau perubahan atas Undang-Undang Pelayaran tahun 2018 ini minimal dua hal yang saya ingin berikan catatan. Yang pertama, soal praktek pinjam nama, pesawat (kapal) asing atas nama warga negara Indonesia. Ini tidak hanya terjadi di satu daerah tapi di banyak tempat, banyak daerah,” kata legislator Dapil Jawa Timur III itu dalam Rapat Kerja Badan Legislasi, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2024).

Pada Rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg yang membahas kajian harmonisasi RUU tentang pelayaran itu, Anas menyampaikan bahwa praktek pinjam nama ini tak hanya menimbulkan kerugian ekonomi tetapi juga mengancam kedaulatan rakyat. Untuk itu, Anas kembali menegaskan bahwa hal tersebut harus dengan gamblang termaktub dalam revisi UU Pelayaran yang sedang dibahas.

“Kalau (praktek pinjam nama) ini kita biarkan tentu saja sangat merugikan bukan hanya merugikan dalam konteks ekonomi tapi juga mengancam kedaulatan negara. Karenanya saya berharap dalam penyempurnaan undang-undang ini ada pasal yang lebih tegas yang mengatur tentang ini, sehingga ke depan kita bisa menghentikan manipulasi praktek pinjam nama seperti ini,” tambah Politisi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan tersebut.

Hal kedua yang disoroti oleh Anas yang juga Anggota Komisi IX DPR RI itu adalah terkait dengan pemberdayaan pelayaran rakyat di tengah gempuran teknologi pelayaran. Disampaikannya, sektor pelayaran rakyat memiliki peran strategis dalam angkutan laut Indonesia.

“Yang kedua soal pemberdayaan pelayaran rakyat. Selama ini rakyat lebih sebagai penonton di tengah-tengah teknologi angkutan laut yang begitu dinamis. Karenanya bagaimana undang-undang ini ke depan juga bisa mengakomodasi tentang sektor ini. Pemberdayaan rakyat sehingga pelayaran rakyat ini benar-benar memiliki peran strategis dan menjadi bagian penting dari potensi angkutan laut Indonesia,” tutup Anas.

Merujuk pada UU 17 Tahun 2008, Angkutan Laut Pelayaran Rakyat adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor, dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran tertentu. Aturan khusus terkait pemberdayaan Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat kemudian tertuang pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2021 tentang Pemberdayaan Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat.

Revisi UU Pelayaran yang sedang dibahas di badan Legislasi merupakan perubahan dari UU 17 tahun 2008 dan Revisi UU ini diusulkan oleh Komisi V. Adapun UU 17 tahun 2008 sebelumnya telah mengalami perubahan pertama yang dilakukan dalam UU Cipta Kerja (UU 11/2020). Dapun UU Cipta Kerja kemudian dicabut dengan Perppu No.2 tahun 2023 yang kemudian ditetapkan menjadi undang-undang dalam UU Nomor 6 Tahun 2023. •uc/rdn

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *