Kepala BK DPR Terima Parlemen Korea Selatan, Diskusi Dukungan Pembuatan UU
- 0
- 2 min read
Kepala Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI Inosentius Samsul menerima kunjungan delegasi Parlemen Korea dalam rangka pembahasan dukungan BK Setjen DPR RI terhadap pembuatan Undang-Undang (UU) di Gedung Setjen DPR, Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (2/4/2024). Foto: Oji/Andri.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Kepala Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI Inosentius Samsul menerima kunjungan delegasi Parlemen Korea dalam rangka pembahasan dukungan BK Setjen DPR RI terhadap pembuatan Undang-Undang (UU). Dalam pertemuan ini, BK dengan delegasi berdiskusi seputar pola dukungan lembaga dalam membuat UU.
”Yang datang itu adalah Kepala Staf Steering Committee, kalau Steering Committee di Indonesia itu kayak Bamus (Badan Musyawarah)-nya lah kira-kira. Bamus itu semacam mini Paripurna, mini DPR, jadi ternyata jangkauan tanggungjawabnya mereka juga membawahi supporting termasuk di bidang keahliannya,” kata Sensi sapaan akrabnya, dalam wawancaranya kepada Parlementaria di Gedung Setjen DPR, Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (2/4/2024).
”Juga disampaikan soal berapa jumlah RUU yang diajukan dan berapa yang dihasilkan di kita dan mereka juga beritahu bahwa di mereka itu proposal atau usul inisiatif itu sampai 2.400 RUU loh. Meski yang jadi itu cuma separuhnya saja,” imbuh Sensi lagi.
Sensi menjelaskan ada sedikit perbedaan antara lembaga supporting pembuat UU di Indonesia dan Korea Selatan. Satu diantaranya adalah, terpisahnya Pusat Analis Anggaran dan Pusat Analis Keparlemenan menjadi suatu lembaga di luar Sekretariat Parlemen Korea Selatan.
“Beberapa lembaga itu terpisah, karena di Korea itu punya NABO, NABO itu National Assembly Budget Office, kalau di kita itu namanya Pusat Analis Anggaran di Badan Keahlian. Terus mereka juga punya NARS, NARS itu National Assembly Research Service. Di kita Pusat Analis Keparlemenan,” terang Sensi.
Lebih lanjut, Sensi menjelaskan pola yang sama untuk saat ini belum bisa diterapkan di Indonesia karena faktor efisiensi anggaran dan SDM. Namun Sensi juga tidak menutup kemungkinan apabila pola yang sama kedepan bisa diadaptasi di Indonesia.
”Kita ini kan masih menggunakan struktur kementerian atau pemerintah. Jadi yang namanya Badan Kalian itu eselon I. Nah, coba dibayangkan kalau nanti misalnya ada Pusat Badan Analis Keparlemenan, eselon I, tambah lagi satu eselon I. Berapa lagi biayanya? Berapa lagi eselon II di bawahnya? Terus juga Misalnya Pusat Badan Perancang Undang-Undang bikin badan baru. Berapa eselon II? Berapa eselon I? Terus bikin lagi misalnya badan analis anggaran. Buat lagi selevel kepala badan jadinya. Jadi saya mengatakan bahwa ini demi efisiensi. Karena itu ada kaitannya dengan konsekuensi struktur kelembagaan dan anggaran yang harus disediakan,” pungkasnya. •we/aha
- MKD
- Seputar Isu