PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi X DPR RI Muhamad Nur Purnamasidi menegaskan bahwa Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) harus melakukan penyelerasan kebijakan terkait kurikulum pendidikan SMK penerbangan. Tanpa penyelarasan ini, terangnya, upaya ‘link and match’ antara lulusan SMK penerbangan dengan kebutuhan industri penerbangan terkini menjadi sia-sia.
Sikap tersebut ia utarakan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X DPR RI dengan Forum Komunikasi SMK Penerbangan Indonesia (FKSMKPI) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (20/3/2024). Ia pun juga khawatir dengan nasib 13.323 siswa penerbangan yang berpotensi terlunta-lunta akibat ketidakjelasan penerapan kurikulum pendidikan penerbangan.
“RDP (Rapat Dengar Pendapat) Komisi X perlu dilakukan dengan Kemendikbudristek dan Kemenhub. Ini menyangkut nasib 45 SMK yang melibatkan kurang lebih 13.323 siswa. nasib siswa kita ini menjadi tidak jelas masa depannya kalau kurikulumnya penerbangan saja belum diakui,” ungkap Purnamasidi.
Perlu diketahui, demi memenuhi standar industri penerbangan, Kemenhub mengeluarkan kebijakan bahwa lulusan SMK penerbangan harus menerapkan kurikulum Aircraft Maintance Training Organization (AMTO). Akan tetapi, kurikulum SMK Penerbangan yang dikeluarkan oleh Kemendikburistek tidak menerapkan kurikulum yang sesuai dengan standar Kemenhub.
Kondisi ini mengakibatkan nasib lulusan siswa SMK Penerbangan tidak terserap oleh industri penerbangan dan menjadi terlunta-lunta. Pasalnya, mereka tidak memiliki standar diklat perawatan pesawat terbang yang setara 3.000 jam atau 18 bulan dan sertifikat dasar sebagai teknisi pesawat.
Tidak ingin memperpanjang polemik, Anggota Fraksi Partai Golkar itu mengingatkan secara tegas bahwa Kemendikbudristek harus melakukan sinkronisasi regulasi sekaligus sinergi dengan Kemenhub. Maka dari itu, ia berharap melalui RDP mendatang, Komisi X DPR RI bisa mediasi agar memperoleh solusi yang mangkus. •ts/aha