#Politik dan Keamanan

Penentuan Otoritas Kawasan Aglomerasi dalam RUU DKJ Harusnya Ditetapkan Presiden Mendatang

Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera. Foto: Mentari/nr.
Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera. Foto: Mentari/nr.

PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menekankan bahwa penentuan kepala otoritas Kawasan Aglomerasi yang diatur dalam RUU Daerah Keistimewaan Jakarta (RUU DKJ) harusnya ditetapkan oleh Presiden yang terpilih periode 2024-2029 mendatang. Sebab, menurutnya, tidak etis jika presiden terpilih nantinya hanya menjalankan UU yang dibuat oleh Pemerintahan sebelumnya.

Ia mencontohkan, saat ini Presiden Jokowi menunjuk Wapres Ma’ruf Amin sebagai otoritas yang berwenang mengelola otonomi Papua, termasuk mengelola perekonomian syariah. Sehingga, Presiden Jokowi memiliki otoritas untuk menunjuk siapa yang akan mendapat tugas khusus tersebut.

“Tapi, yang aneh di sini sebelum dia (presiden nantinya) dilantik tapi (RUU DKJ) ini dibuat presiden sekarang. Presiden nanti kewenangannya dipotong, harus ikuti undang-undang karena presiden menjalankan undang-undang,” jelas Mardani dalam salah satu siaran televisi yang dikutip Parlementaria, di Jakarta, Selasa (12/3/2024).

“Tapi, yang aneh di sini sebelum dia (presiden nantinya) dilantik tapi (RUU DKJ) ini dibuat presiden sekarang. Presiden nanti kewenangannya dipotong”

Karena itu, menurutnya, presiden terpilih nantinya tidak bisa menolak untuk tidak menetapkan Wakil Presiden sebagai otoritas yang mengelola aglomerasi DKJ. Kecuali, harus mengajukan revisi UU tersebut sehingga sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Presiden kepada otoritas yang ditunjuk.

“Walaupun saya bincang dengan tim Kemendagri, saya tanya kenapa tidak ke Menteri (untuk mengelola aglomerasi) harus ke Wapres? (Mereka bilang) kalau diserahkan kepada Menteri, kompleks (urusannya), ada (keterlibatan) Kementerian Keuangan, Pertanahan, dan sebagainya. Kalau (diserahkan ke) Wapres maka seluruh sekat-sekat kementerian bisa melebur,” ujar Anggota Baleg DPR RI tersebut.

Meskipun demikian, Politisi Fraksi PKS ini menduga bahwa dengan diserahkan otoritas Aglomerasi kepada Wapres, akan ada kepentingan bisnis yang coba dilindungi. Hal itu, menurutnya, merujuk kepada salah satu tokoh bisnis di Hongkong yang memiliki bisnis properti yang terhubung dengan jejaring transportasi, seperti LRT dan MRT, dalam sistem Transit Oriented Development (TOD).

“Wah, itu duit yang paling banyak. Jadi bisa jadi ada kepentingan bisnis masa depan yang besar sekali ini. Karena itu wajib kita kawal bersama tetapi saya tetap husnuzon karena ini dibuat oleh teman Kemendagri,” ujarnya.

“Jadi bisa jadi ada kepentingan bisnis masa depan yang besar sekali ini. Karena itu wajib kita kawal bersama”

Diketahui, Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan, pihaknya telah menerima surat berisi penugasan dari pimpinan DPR untuk membahas RUU DKJ. Baleg tengah mengagendakan rapat kerja dengan Mendagri dalam dua hari ke depan untuk menindaklanjutinya.

Rapat dimaksud akan memprioritaskan pembahasan soal Pasal 10 RUU DKJ yang mengatur soal penunjukan Gubernur Jakarta oleh Presiden. “Poin krusial itu, kan, hanya Pasal 10,” ungkap Supratman beberapa waktu lalu.

Ia mengakui, saat RUU DKJ disepakati untuk menjadi RUU usul inisiatif DPR semua fraksi parpol telah setuju dengan ketentuan yang dimuat di Pasal 10. Pasal 10 Ayat (2) RUU DKJ menyebutkan, gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). •rdn

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *