PARLEMENTARIA, Yogyakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal menanggapi tentang Putusan MK yang menyatakan bahwa ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT) 4 persen suara sah nasional bersifat inkonstitusional. Menurutnya, besaran ambang batas parlemen tidak perlu diperdebatkan.
Sebab, jika penentuan seorang caleg dapat kursi atau tidak masih didasarkan pada ambang batas parlemen, berapapun angkanya, maka akan tetap ada suara rakyat yang sia-sia. Karena itu, penentuan perolehan kursi harusnya cukup ditentukan siapa caleg yang memperoleh suara terbanyak sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia di Dapil tersebut.
“Jadi ambang batas atau tidak ada, saya kira tidak besar pengaruhnya. Justru kalau ada ambang batas, misalnya 4 atau 5 persen, kalau ada partai sudah memperoleh kursi misalnya 3,8 persen suara itu menjadi sia-sia karena rakyat yang memilih. Berapa juta (suara yang terbuang) kalau untuk mendapat 3,8 persen ambang batas itu dia tidak bisa masuk karena syaratnya 4 persen,” ujar Syamsurizal kepada Parlementaria, di Yogyakarta, Rabu (6/4/2024).
“Jadi, kalau memang mereka partai bisa melewati ambang batas, tapi toh dia kalah jumlah suara dengan kursinya dan kursi yang tujuh sudah terpenuhi, maka tetap tidak akan ada gunanya”
Meskipun demikian, ia belum sampai pada kesimpulan untuk mendukung atau menolak Putusan MK tersebut. Karena yang paling substansial adalah tiap caleg harus mendapatkan suara setinggi-tingginya untuk meraih alokasi kursi yang tersedia.
“Katakanlah di Dapil A mereka membutuhkan 7 kursi, siapa yang bisa berebut jumlah kursi itu, siapa yang tertinggi, mereka yang bisa mengisi itu. Jadi, kalau memang mereka partai bisa melewati ambang batas, tapi toh dia kalah jumlah suara dengan kursinya dan kursi yang tujuh sudah terpenuhi, maka tetap tidak akan ada gunanya. Jadi turunkan saja atau bagaimana toh (ambang batas parlemen) tidak begitu besar manfaatnya,” jelas Politisi Fraksi PPP ini.
Diketahui, MK beralasan memutuskan hal tersebut selain karena ditentukan tanpa dasar yang jelas, besaran ambang batas tersebut terbukti membuat pemilu yang diselenggarakan dengan menggunakan sistem proporsional justru menjadi tidak proporsional. Tidak sedikit suara rakyat yang terbuang karena partai politik dan calon wakil rakyat yang mereka dukung gagal masuk parlemen lantaran terbentur ambang batas 4 persen suara sah nasional.
Karena itu, MK memerintahkan agar pembentuk undang-undang merevisi ketentuan ambang batas parlemen 4 persen tersebut untuk diberlakukan pada Pemilu 2029. Ambang batas parlemen 4 persen dari suara sah nasional masih bisa diberlakukan untuk Pemilu 2024 ini. •rdn