#Kesejahteraan Rakyat

Ramai Tolak Penyebaran Nyamuk Wolbachia, Komisi IX: Mestinya Masyarakat Diedukasi Dulu

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo. Foto: Munchen/nr.
Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo. Foto: Munchen/nr.

PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menyayangkan munculnya gelombang protes yang semata-mata didasari kekhawatiran berlebihan terhadap niat baik pemerintah, yakni penerapan inovasi teknologi Wolbachia sebagai upaya menghentikan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia.

Politisi PDI-Perjuangan ini meyakini, jika pro dan kontra terhadap kebijakan Wolbachia terus berlanjut, maka pada gilirannya masyarakatlah yang  menjadi korban. Masyarakat resah, khawatir bahkan ketakutan akibat informasi yang simpang siur dan sepotong-sepotong menyangkut Wolbachia.

“Harus diakui, belakangan ini informasi yang diterima masyarakat menyangkut Wolbachia simpang siur. Banyak hoaks tentang Wolbachia yang bermunculan di ruang-ruang publik sehingga masyarakat, ya jadi ketakutan. Apalagi misalnya, ada yang mendengungkan kalau Wolbachia adalah jentik nyamuk yang sengaja diimpor untuk merusak anak bangsa ini. Nah, pendapat ini sebenarnya kan konyol. Tapi informasi sepotong tanpa didukung fakta dan data seperti ini tetap bisa membuat masyarakat risau dan ketakutan,” kata Handoyo dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/11/2023)

Handoyo tidak menampik jika pihak yang menolak Wolbachia, termasuk protes dari seorang mantan menteri kesehatan, maksudnya sebenarnya baik-baik saja. Dikatakan, semua berkomentar karena ingin melindungi kesehatan masyarakat. Hanya saja, karena informasi yang didengungkan tidak utuh dan cenderung menyerang kebijakan pemerintah, akhirnya masyarakat yang jadi bingung.

“Saya meyakini, niat pemerintah menerapkan inovasi teknologi modern seperti wolbachia ini sangat mulia. Pemerintah ingin mengurangi penyebaran penyakit DBD. Tapi karena strategi penyebaran informasi dan edukasi tidak utuh, ya seperti ini jadinya, masyarakat jadi bingung. Misalnya ya, orang tua saya sendiri sempat beberapa kali menanyakan kepada saya, apa betul informasi yang dikatakan para pemrotes penerapan Wolbachia itu ?,” katanya.

Handoyo mengajak semua pihak, termasuk pemerintah untuk menyikapi kondisi ini dengan asas kehati-hatian, terutama saat membuat statement, khususnya lewat media sosial. Diingatkan Handoyo, pemerintah mengeluarkan satu kebijakan mengeluarkan program tentu tidak asal-asalan tapi berdasarkan satu penelitian dan berdasarkan keilmuan. Artinya, kebijakan itu akhirnya diambil berdasarkan suatu rangkaian panjang.

“Kalau kita lihat penerapan Wolbachia untuk memberantas DBD sudah sudah diberlakukan di banyak negara. Indonesia juga sudah melakukan langkah penelitian. Namun demikian, sekali lagi, pemerintah juga harus menggunakan asas kehati hatian. Artinya asas kehati hatian dan kewaspadaan terhadap dampak dampak yang tidak diinginkan harus kita meminimalkan,” katanya.

“Kalau kita lihat penerapan Wolbachia untuk memberantas DBD sudah sudah diberlakukan di banyak negara … Namun demikian, sekali lagi, pemerintah juga harus menggunakan asas kehati hatian.”

Handoyo menyarankan untuk meredakan pro dan kotra ini, para pihak duduk bersama. Diingatkan, jangan sampai kegundahan semakin meluas. Masalahnya, tambah Handoyo, meskipun niat baik tapi karena didasari kekhawatiran yang berlebihan akhirnya jadi kontra produktif. Pemerintah, tambah Handoyo, agar mengambil alih kebijakan program ini dan mensosialisasikan kepada para pemangku kepentingan.

“Semestinya, penerapan program ini (Wolbachia) bisa diterima masyarakat dan tidak memicu kekhawatiran yg berlebih akibat komunikasi kurang optimal. Sedangkan pihak- pihak di luar pemerintah hendaknya memberikan komunikasi  berdasarkan data keilmuan biar memberikan pencerahan kepada masyarakat. Artinya, siapapun mengeluarkan statement harus berasaskan kehati hatian agar tidak asal komentar sehingga tidak berimplikasi luas kepada keresahan masyarakat. Pokoknya, harus hati-hati menyebarkan info yang bisa menimbulkan keresahan di masyarakat,” katanya.

Handoyo mengungkapkan fakta yang baru dampak kesimpangsiuran informasi, saat ini ada daerah yang menolak penyebaran telur nyamuk Wolbachia. Dikatakan, Warga Bali baru saja menolak 200 Juta Telur Nyamuk Wolbachia.

Seperti diketahui, ada jua rumor yang didengungkan oleh pihak tertentu yang menyebutkan Wolbachia adalah ‘ancaman kesehatan global’. Dikatakan pula vaksin untuk virus yang ditularkan oleh nyamuk tersebut adalah project seorang Bill Gates.

Pemerintah sendiri lewat Kementerian Kesehatan menerapkan inovasi teknologi wolbachia untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Teknologi Wolbachia merupakan salah satu inovasi yang melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Stranas (Strategi Nasional). Sebab, Wolbachia dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk aedes aegypti, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia. 

Sebagai pilot project, dilaksanakan di lima kota yaitu Kota Semarang, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Kupang dan Kota Bontang berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaran Pilot project Implementasi Wolbachia sebagai inovasi penanggulangan dengue.

Selain di Indonesia, Pemanfaatan teknologi Wolbachia juga telah dilaksanakan di negara lain (Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, Sri Lanka) terbukti efektif untuk pencegahan dengue. Efektivitas wolbachia telah diteliti sejak 2011 yang dilakukan oleh WMP di Yogyakarta dengan dukungan filantropi yayasan Tahija. Penelitian dilakukan melalui fase persiapan dan pelepasan aedes aegypti ber wolbachia dalam skala terbatas (2011-2015). •ann/aha

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *