Keberadaan ikan keramba di Kolam Jaring Apung (KJA) yang diduga berasal dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Sarimukti, berkontribusi terhadap tingkat pencemaran lingkungan di Waduk Cirata, Jawa Barat. Pencemaran air di bendungan dipengaruhi oleh limbah cair sampah, yang diduga besar berasal dari TPAS Sarimukti. Berlandaskan hal itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mendorong agar dikembalikannya fungsi Waduk Cirata dalam keadaan yang semestinya.
“Keberadaan budidaya ikan keramba pada Kolam Jaring Apung (KJA) juga berpengaruh terhadap kualitas air dan lingkungan di waduk Cirata. Jumlah KJA yang over produksi ditambah aliran air dari sungai Citarum yang sudah terkontaminasi limbah industri menimbulkan dampak sedimentasi yang semakin cepat, harusnya umur waduk itu 150 tahun menjadi turun ke 100 tahun,” jelas Dedi saat memimpin Kunker Reses Komisi IV DPR RI ke Waduk Cirata, Kecamatan Cirata, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, Senin (17/7/2023).
Lebih lanjut Politisi Fraksi Partai Golkar itu menambahkan sebanyak kurang lebih 40 hingga 50 ribu jumlah KJA yang ada di waduk Cirata saat ini, bukan mayoritas dimiliki oleh penduduk lokal, melainkan warga di luar daerah dan pendatang.
“Ini tidak ada izinnya dan mereka tidak bayar pajak. Ke depan harus ada rasionalisasi, yang penduduk luar disuruh ke luar dan penduduk lokal yang harus menguasai. Karena adanya waduk Cirata ini kita ingin masyarakat setempat yang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan bisa memelihara pembudidayaan ikan di waduk,” tandas Dedi.
Di samping itu, Dedi juga mengimbau kepada Perhutani, agar pigmented area di sekitar waduk Cirata – Jatiluhur, tidak ditanami tanaman yang dapat dipanen. Hal ini guna meminimalisir bencana longsor akibat hujan. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan sangat penting dilakukan guna mendukung upaya penyelamatan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.
“Kalau bisa ditanami kayu, tanaman yang tidak bisa diperjualbelikan karena fungsinya konservasi, agar bisa menetralisir air di waduk Cirata, bambunya diperbanyak juga pohon-pohon yang bisa berumur ratusan tahun harus ditanam lagi bukan pohon musiman,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, sebelumnya Bupati Cianjur Herman Suherman mengatakan DAS Citarum saat ini telah terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dampak negatif dari pencemaran di DAS Citarum ini mengakibatkan kerugian terhadap kesehatan, ekonomi, sosial, ekosistem sumber daya lingkungan dan mengganggu kegiatan pengembangan perikanan di KJA. Dampak lainnya adalah mengancam tercapai tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“DAS Citarum merupakan sungai strategis nasional sebagai kesatuan ekosistem alami yang utuh dari hulu hingga hilir serta kekayaan sumber daya alam dan sumber daya buatan,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan potensi Waduk Cirata ini memiliki dampak yang besar untuk dapat dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Cianjur. Salah satu dampak positif yang dapat dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Cianjur adalah semakin berkembangnya budidaya perikanan, khususnya budidaya ikan pada KJA sehingga jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan KJA terus bertambah. “Berdasarkan sensus Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) di tahun 2018 berjumlah 1.366 untuk RTP dan 46,648 petak KJA,” imbuhnya.
Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI turut diikuti sejumlah Anggota Komisi IV DPR RI, di antaranya, Riezky Aprilia, Vita Ervina, Sutrisno, dan Djarot Syaiful Hidayat (F-PDIP); Ravindra Airlangga (F-Golkar); Endang Setyawati Thohari (F-Gerindra); Nur’aeni (F-Demokrat); Slamet dan Hermanto (F-PKS); Alimin Abdullah, Haerudin, serta Daeng Muhammad (F-PAN). •tra/rdn