Nasir Djamil Berharap Pemerintah Kaji Undang-Undang Jabatan Hakim
- 0
- 2 min read
Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil saat bertukar cenderamata usai melakukan Kunjungan Kerja Reses Komisi III di Pontianak ,Kalimantan Barat, Jumat (14/7/2023). Foto: Aaron/nr.
Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menegaskan masih banyaknya hakim di Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri yang belum tercukupi, baik dari sisi alokasi anggaran maupun sarana dan prasarana di daerah Kalimantan Barat. Karena itu, ia meminta agar Mahkamah Agung bersama Menteri Keuangan dan Bappenas bisa meninjau ulang kebutuhan riil yang dihadapi oleh hakim.
“Upaya untuk menghadirkan badan peradilan yang agung itu harus diikuti oleh alokasi anggaran yang cukup, bahkan lebih dari cukup, agar apa yang diinginkan oleh masyarakat agar badan peradilan bisa memberikan keputusan yang adil itu bisa diwujudkan,” pungkas Politisi Fraksi PKS tersebut kepada Parlementaria seusai melakukan Kunjungan Kerja Reses Komisi III di Pontianak ,Kalimantan Barat, Jumat (14/7/2023).
Nasir juga menjelaskan tentang Rancangan Undang-Undang Kehakiman yang sering dikeluhkan oleh para hakim terkait kejelasan jabatan hakim yang masih dikaji oleh Pemerintah. Sebab, menurutnya, hakim dari sisi pejabat negara diatur dalam UU Aparatur Sipil Negara, UU Kehakiman, dan juga UU terkait lainnya.
Tetapi memang secara spesifik, jabatan hakim tersebut tidak diatur oleh satu undang-undang. Karena itu, tegasnya, UU yang belum selesai dibahas hingga hari ini adalah soal jabatan hakim. “Kalau undang-undang jabatan hakim itu bisa kita selesaikan dan pemerintah punya itikad baik, maka apa yang dikeluhkan oleh para hakim terutama penghasilan yang sesuai dan juga kesehatan yang mereka harapkan itu akan bisa terwujud,” terang Nasir.
Politisi Dapil Aceh II itu menerangkan kepada Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri terkait undang-undang jabatan hakim sampai saat ini juga belum disentuh oleh pemerintah.
“Memang rancangan undang-undang jabatan hakim sampai hari ini sama sekali belum disentuh oleh pemerintah. Alasan menteri keuangan (karena) tidak ingin undang-undang itu dibahas karena ketika jabatan hakim itu dibahas dan diselesaikan, maka konsekuensinya negara itu harus mengeluarkan banyak uang untuk memfasilitasi dan memberikan sejumlah sarana dan prasana kepada para hakim di seluruh Indonesia maka itu menjadi suatu kekhawatiran,” tutupnya. •aar/rdn