Komisi XI Dorong OJK Buat Peraturan Unit Usaha Syariah Dapat Lakukan ‘Spin-Off’ 50 persen
- 0
- 4 min read
Ketua Tim Kunspek Komisi XI DPR RI Musthofa memimpin pertemuan dengan Jajaran Direksi OJK dan BSI di Kalimantan Timur, Jumat (9/6/2023). Foto: Nadya/nr.
Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI Musthofa mengatakan dengan disahkannya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) yang juga berlaku bagi bank syariah Indonesia, maka para Unit Usaha Syariah (UUS) diharapkan dapat memberlakukan spin-off 50 persen. Hal itu tentunya dengan dukungan melalui Peraturan OJK yang akan dikeluarkan oleh Dewan Komisioner OJK.
Diketahui, Spin off perusahaan adalah pemisahan bagian atau bagian tertentu dari operasi bisnis organisasi dari perusahaan induk sehingga menjadi entitasnya sendiri. Proses pemisahan ini dilakukan melalui penjualan atau distribusi saham baru dari bisnis atau divisi yang ada dari perusahaan induk.
“Pertama, dengan diberlakukannya UU P2SK tentang bank syariah ini perlu dua hal, yaitu pertama adalah spin-off 50 persen. Yang kedua adalah term untuk waktunya ini juga kita split jadi 3 tahun dari tahun pertama 20 persen, 25 persen, sampai 50 persen. Inilah harapan saya tadi kita dengarkan bersama bahwa mulai dari kebijakan OJK, Dewan Komisioner OJK yang akan melakukan untuk menerbitkan peraturan OJK,” kata Musthofa kepada Parlementaria usai memimpin pertemuan dengan Jajaran Direksi OJK dan BSI di Kalimantan Timur, Jumat (9/6/2023).
Dengan adanya Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI ke Kota Balikpapan, Kalimantan Timur ini, Musthofa mengajak para Dewan Komisioner OJK untuk melihat keadaan riil di lapangan terkait praktik perbankan syariah, khususnya para unit usaha syariah.
Karena, Musthofa menilai, saat ini para unit usaha syariah masih dalam kondisi ‘pemanasan. Di mana untuk memiliki atau memulai usaha perbankan syariah butuh kesiapan yang matang, karena bisnis perbankan adalah bisnis long term, yang membutuhkan waktu lama untuk menggapai kesuksesan.
“Yang namanya bisnis bank ini adalah bisnis long term, bisnis yang tidak bisa langsung dibawa pulang. Artinya, kalau CAR (Capital Adequati Ratio) untuk permodalannya rendah, tingkat kesediaannya tidak baik, maka publik tidak akan percaya. Untuk itulah maka di sini dengan kita niatkan dengan UU P2SK yang sudah kita sahkan kemarin, ini harapan saya semua harus bergerak cepat untuk menyesuaikan,” tandasnya.
Hal itu mengingat, menurut Musthofa, melihat prospek Kalimantan Timur ke depannya yang akan menjadi episentrum kekuasaan negara (ibu kota nusantara). Sehingga, bisnis perbankan syariah ini memiliki potensi yang luar biasa. Sehingga, segala macam infrastruktur perekonomian harus segera dimulai dan diselesaikan lebih dulu, agar tidak terlambat.
“Bahwa kekuatan negara itu adalah satu harus ditopang oleh perekonomian. Kalau nanti di (Kalimantan Timur) sini akan jadi ibu kota negara, sistem perekonomiannya tidak dibangun, infrastrukturnya tidak dibangun dari sekarang, persiapannya tidak dilakukan dari sekarang, ya nanti akan ketinggalan. Maka untuk itu imbauan saya ketika kita melihat bahwa growth, pertumbuhan tingkat kesehatan ekonomi, mulai dari CAR, RPL, ROA, ROE, POPO-nya ini cukup baik, malah saya berikan spirit kepada kawan-kawan pengelola mudah-mudahan mereka tetap konsisten. Karena kata kunci untuk mengelola bank adalah konsistensi dan juga harus menjaga integritas,” ungkap Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Perbankan syariah yang ada di wilayah Kalimantan Timur terdiri dari 1 (satu) UUS PT BPD Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara yang memiliki Kantor Pusat di Provinsi Kalimantan Timur, serta 11 (sebelas) Kantor Cabang / Kantor Cabang Syariah dari Bank Syariah Indonesia, Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Bukopin, UUS Bank Danamon Indonesia, UUS Maybank Indonesia, UUS Bank Mega Syariah, UUS Bank OCBC NISP, UUS Bank Permata, UUS Bank Sinarmas, UUS Bank Tabungan Negara, dan UUS Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah.
Diketahui, saat pertemuan, terdapat beberapa keluhan dari Bank Syariah Indonesia. Di antaranya mereka tidak memiliki bank syariah lainnya yang dapat dijadikan partner kompetisi. Sehingga, mereka bekerja sama dengan koperasi, yang tentunya dapat membantu kinerja BSI lebih baik ke depannya.
Terkait hal itu, Musthofa menilai pada dasarnya semangat yang dimiliki adalah sama-sama ingin menjadi bank syariah. Tetapi, kondisi saat ini mereka belum menjadi bank syariah, yaitu masih menjadi Unit Usaha Syariah. Oleh karenanya mereka saat ini bergerak bersama seperti BSI.
“Maka mereka sekarang bergerak bersama kalau seperti BSI, nanti untuk literasi dan lain sebagainya itu maka peran dari BI dan OJK bagaimana penerimaan pemerintah,” tutupnya.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Marsiaman Saragih, Masinton Pasaribu (F-PDIP), Imron Amin (F-Gerindra), Farida Hidayati (F-PKB), dan Harmusa Oktaviani (F-PD). •ndy/rdn
- Komisi XI
- Seputar Isu