Fadli Zon: Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-12 Berikan Hasil Positif Atasi Tantangan Global
- 0
- 3 min read
Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon saat menghadiri Sidang the 51st Steering Committee of the Parliamentary Conference on the World Trade Organization di Gedung Parlemen Eropa, Brussels- Belgia, Kamis, (27/4/2023). Foto: Ist/nr.
Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon menghadiri Sidang the 51st Steering Committee of the Parliamentary Conference on the World Trade Organization (PC-WTO) di Gedung Parlemen Eropa, Brussels- Belgia, Kamis, (27/4/2023). Pada kesempatan tersebut, Fadli Zon yang juga bertindak selaku co-Chair pada sidang tersebut menyampaikan bahwa Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-12 (MC12) telah memberikan beberapa hasil positif untuk mengatasi tantangan global yang kompleks saat ini dan di masa depan. Terlebih lagi, untuk menempatkan yang paling sensitif pada ekonomi global.
“Di antaranya instrumen kesepakatan tentang subsidi perikanan menekankan komitmen untuk mencapai perikanan laut yang berkelanjutan, meskipun kita masih jauh dari memenuhi mandat SDG 14.6 dalam hal melarang bentuk-bentuk subsidi perikanan tertentu, yang berkontribusi terhadap kelebihan kapasitas dan penangkapan ikan berlebih, dan memberikan perlakuan khusus dan berbeda yang efektif untuk negara-negara berkembang dan terbelakang,” kata Fadli melalui keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Senin (1/5/2023).
Dalam rangka menanggapi pandemi saat ini dan yang akan datang, konferensi ini ditambahkannya menandai tonggak penting dalam upaya berkelanjutan komunitas internasional untuk meningkatkan pasokan dan kapasitas produksi vaksin dan barang medis lainnya, serta untuk meningkatkan kerja sama antara negara maju dan negara berkembang.
Fadli Zon juga menyatakan, dirinya menyambut baik dokumen MC12 yang menggarisbawahi pentingnya reformasi WTO. Juga memastikan bahwa WTO mampu menjawab tantangan yang dihadapi sistem perdagangan multilateral.
“Ke depan, untuk memastikan persiapan yang produktif dari Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-13 (MC13), Parlemen di tingkat nasional, harus membangun sinergi dengan pemerintah untuk membahas isi kesepakatan yang disepakati, dan tentang ratifikasi instrumen yang disepakati dalam MC12. Dan melalui diplomasi parlemen, juga harus bekerja sama untuk mendorong pemerintah mencapai kesepakatan, terutama dalam memperluas pengabaian kekayaan intelektual untuk diagnosis dan terapi COVID-19,” harap Anggota Komisi I DPR RI ini.
Menurutnya, dorongan yang kuat dalam menyelesaikan masalah negosiasi pertanian harus tidak dapat dibantah, terutama solusi permanen pada stok publik untuk tujuan ketahanan pangan (PSH) dan MC13 harus menjadi momentum dalam hal itu. “Parlemen harus lebih memajukan dan mendorong kerja sama yang setara, saling menghormati dan saling menguntungkan, khususnya antara negara maju dan negara berkembang, dalam semua aspek,” jelas Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Lebih lanjut, Fadli Zon mendorong kebijakan negara-negara, khususnya negara-negara maju untuk sejalan dengan norma-norma yang disepakati secara internasional, termasuk prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda dan kemampuan masing-masing; dan mempertimbangkan pilar-pilar sosial, ekonomi dan lingkungan dari pembangunan berkelanjutan dalam proses perumusan kebijakan dan pelaksanaannya.
“Sangat penting untuk menahan diri dan berhenti memaksakan tindakan yang dapat memperburuk kondisi sosial ekonomi negara-negara berkembang yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 dan konflik yang terjadi di dunia saat ini, serta yang menyebabkan kemunduran ke arah yang positif. kemajuan MC12 dan persiapan MC13,” sambungnya.
Menurutnya, hal Ini mencakup kebijakan dan regulasi sepihak yang anti-pembangunan, berfungsi sebagai kedok proteksionisme, dan menciptakan hambatan bagi negara-negara berkembang untuk mengekspor produk dan komoditas mereka.
Ditambahkannya, karena dunia saat ini sedang menghadapi tantangan sosio-ekonomi, Indonesia sangat prihatin dengan usulan regulasi dari Uni Eropa, termasuk Produk/Komoditas Bebas Deforestasi (DFC) yang berisi uji tuntas wajib terhadap produk yang dianggap menjadi pemicu utama deforestasi atau degradasi lahan, termasuk namun tidak terbatas pada, kelapa sawit dan kakao, karena berpotensi mempengaruhi ekspor kita.
“Untuk tujuan ini, saya berpandangan bahwa mencapai pertumbuhan sosio-ekonomi yang inklusif di negara-negara berkembang dan terbelakang, juga harus menjadi prioritas dan bagian dari hasil MC13,” tutupnya. •we/rdn
- BKSAP
- Seputar Isu