PROFIL

Cucun Ahmad Syamsurijal

Santri yang Mengabdi

Cucun Ahmad Syamsurijal

Di mana ada kemauan di situ ada jalan. Itulah yang terus diyakini Cucun Ahmad Syamsurijal hingga kini. Ketika mengunjungi politis Fraksi PKB ini, tim Parlementaria berkesempatan mendengarkan rekam jejak Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI tersebut.

Sejak kecil, berdasarkan penuturannya, Cucun adalah anak yang jujur, disiplin, dan kompetitif. Tak heran, anak bungsu dari pasangan H. Burhan dan Hj Halimah yang lahir pada tanggal 8 November 1972  itu, menjadi sangat kompetitif dalam setiap hal. Pasalnya, enam kakaknya adalah anak berprestasi yang memicu semangat Cucun untuk rajin dan disiplin belajar.
Cucun dan keenam kakaknya tumbuh besar di kawasan agraris, Desa  Sumbersari, Ciparay, Kabupaten Bandung. Meski menjadi anak bungsu, Cucun tidak memiliki sifat yang manja. Ia justru merupakan anak yang penurut, apalagi ketika diperintah orangtuanya.
Syahdan,  seorang bidan tradisional bernama Embah Barsih meramalkan masa depan Cucun kecil. Katanya, ia akan menjadi orang sukses dan mampu naik haji. “Kata ibu saya, Embah Barsih meyakini masa depan saya akan cerah karena saat lahir kepala saya didselimuti ari-ari,” ungkapnya.
Cucun memulai jenjang pendidikan formal di Madrasyah Ibtidaiyah Negeri (MIN) pada 1979. Kegiatan Cucun kecil tak berbeda dengan anak desa lainnya. Selesai menjalani pendidikan formal, malam hari Cucun kecil rajin mengaji kitab bersama salah satu gurunya, Usatad Ujang Zaenal Abidin. Cucun tumbuh di tengah keluarga Nahdatul Ulama yang kental. Namun, beberapa keluraga lainnya merupakan poros Muhammadiyah yang juga kental
“Tumbuh besar dilingkungan regilius membentuknya menjadi sosok yang religius pula. Berada di dua poros keluarga besar yang berbeda membuat saya menjadi sosok yang memiliki motiviasi tinggi terhadap kompetensi yang positif hingga memupuk jiwa kepemimpinan,” katanya.
Jiwa kepemimpinan Cucun berdasarkan cerita orangtua dan guru tampak sejak ia kecil. Baik di sekolah maupun tempat ngaji, ia selalu ingin menjadi ketua kelas, bahkan saat bermain bola, Cucun kecil harus mejadi kapten.  “Sejak kecil saya selalu memposisikan diri menjadi leader. Saat menjadi ketua, saya sangat menekuni bagaimana cara menang saat beramin” katanya.

Cucun kecil (kiri) saat masih sekolah.
Cucun kecil (kiri) saat masih sekolah.

Kemudian, lanjut Cucun bercerita, ketika masuk SMP, jiwa kepemimpinannya semakin terpupuk. Hal itu tampak dari keterlibatnnya dalam organisasi sekolah. Ia menjadi Ketua Osis di SMP Negeri 2 Ciparay sekaligus aktif dalam kegiatan Pramuka. Cucun remaja juga aktif di organisasi Himpunan Pemuda-Pemudi Masjid Al Hidayah (HIPPMA).

Mengejar Berkah Kiai
Singkat cerita, setelah menyelesaikan pendidikan di SMP, Ia memutuskan mengikuti jejak kakaknya melanjutkan sekolah di SMA Pondok Pesantren Cipasung, pada 1988. Cucun melanjutkan pendidikan di Pesantren berkat rasa bangganya terhadap sang kakak Zaenal Abidin Fikri yang merupakan sosok santri hebat di pesantren.
Saat itu, Cucun Remaja betul-betul memberanikan diri masuk Pesantren Cipasung walaupun bekal ilmu agama, utamanya pemahaman Bahasa Arab-nya relatif pas-pasan. “Kakak saya, kan, pesantren, dia sudah jadi guru dan kepala sekolah sukses dan memang orangtua saya tiba-tiba berkata, ‘enggak, kamu pesantren saja’, karena saya punya keinginan kuat ya. Saya datang ke sana sendiri, enggak dianterin orang tua. Seminggu saya nangis tinggal di pesantren,” kenangnya.
Meski awalnya merasa berat karena harus jauh dari kedua orangtuanya, namun Cucun akhirnya dapat menikmati waktu-waktunya di pesantren. Berbekal ilmu yang pas-pasan, ia pun mengenal banyak kitab di Pesantren Cipasung. Baginya, kiai-kiai di Cipasung memang sosok ulama yang mumpuni. Ia menyebutkan bahwa para masyayikh merupakan guru dalam mengajar ilmu pesantren sekaligus mengajarkan kedisiplinan organisasi.
Hari-hari menjadi santri semakin menyenangkan. Bagi Cucun, kehidupan di pondok adalah cara untuk mengejar berkah kiai. Ia yakin doa guru akan menghasilkan keberkahan baginya. Untuk mengejar berkah kiai itulah, Cucun yang saat itu tidak bisa mengendarai mobil, lantas belajar mengendarai mobil agar bisa menjadi supir kiai dan mengantarkannya ke mana saja kiai pergi.
Dari pengalamannya melekat dengan kiai, ayah empat anak ini semakin mengenal banyak orang hebat, jejaring pertemanan dan pengetahuannya pun menjadi semakin luas. Menurutnya, ia betul-betul banyak belajar dari pengalaman hidupnya menemani kiai.
“Jadi halaqah di PBNU itu membikin saya mendapatkan ilmu lebih dulu ketimbang teman-teman saya di pondok, karena, kan, mereka terus saja dari bab ke bab. Kalau saya menemukan cara menggabungkan ilmu dari sini (kegiatan selama menemani kiai),” cerita Cucun.
Bahkan, tak hanya mengendarai mobil, Cucun saat itu juga belajar komputer. Sehingga, saat anak muda seusianya belum mengenal komputer, ia sudah menguasainya

 

Ketika lulus SMA dan melanjutkan kuliah di Institut Agama Islam Cipasung (IAIC), Cucun belajar berorganisasi. Ia betul-betul memanfaatkan organisasi untuk belajar tentang pengembangan dan pengelolaan pesantren.
Salah satu yang dikenang Cucun adalah saat Ia diberi amanah untuk menjadi utusan pesantren dalam pelatihan manajemen produksi di Balai Latihan Kerja Ciracas. Saat itu, Cucun belajar ilmu tentang manajemen produksi, bahan baku, proses produksi, dan bahan jadi. Sedangkan ilmu marketing, ia pelajari ketika menjadi pengurus kopontren.

Membangun Bisnis Bersama Istri
Singkat cerita, di tengah kesibukannya berorganisasi, Cucun mendapat kesempatan beribadah ke Tanah Suci. Usai naik Haji pada 1996, tahun berikutnya Cucun memutuskan menikahi pujaan hatinya Eneng Sumiati. Eneng adalah putri salah satu pengusaha di daerah Majalaya. Keduanya menikah pada Agustus 1997. Eneng juga merupakan salah satu santri di Pesantren Cipasung. Masa perkenalan antara Cucun dan Eneng tidak layaknya anak muda pada umumnya. Sebab, mereka berada di pesantren.
Setelah menikah, Cucun dan Eneng memulai kehidupan baru. Mereka mulanya masih menumpang di rumah orangtua Eneng. Cucun yang saat itu masih belum memiliki pekerjaan tetap, lalu ditanya oleh ayah mertuanya. “Saya ditanya, ‘kamu mau jadi pegawai negeri atau mau jadi apa?’” Dengan gigih Cucun menjawab ingin menjadi pengusaha.
Gayung bersambut, dari situlah akhirnya Cucun diajak mertuanya menekuni wirausaha produksi handuk yang dikelola mertuanya, hingga kemudian usaha tersebut diserahkan kepada Cucun. Salah satu pesan mertua kepada istrinya saat keluarga kecil tersebut mulai merintis usaha adalah agar sebagai seorang istri, Eneng harus dapat menjadi lampu yang menyinari langkah Cucun.

Cucun saat menikah.

“Kamu harus jadi lampu buat suami kamu. Jangan sampai padam karena suami kamu ini kiai, dia butuh bensin. Yang dia butuhkan adalah lampu petromak. Jadi, harus selalu diisi terus minyak tanah dan sumbunya,” kenang Cucun. Meski bisnisnya tidak selalu berjalan mulus, bahkan Cucun sempat terjerat pinjaman bank dan mengalami cobaan bertubi-tubi akibat gempuran produk dari Negeri Tirai Bambu.
Namun, sebagai risk taker, Cucun terus maju dengan melakukan berbagai inovasi dalam bisnisnya. Meski mengalami berbagai kesulitan, Cucun adalah sosok yang tidak ingin memperlihatkan kesulitan dan kesusahan dalam hidupnya. “Saya berprinsip begini, apapun yang namanya dunia tidak selalu ketawa. Kadang ada cobaan, segala macam,” ujarnya.
Di samping menekuni bisnisnya, Cucun juga terus menekuni dunia organisasi dengan aktif berkecimpung baik di NU maupun PKB. Tahun 2008 ia bahkan dipercaya memegang kendali di DPC PKB Jawa Barat. Padahal, saat itu sedang ada konflik di tubuh partai berlambang sembilan bintang tersebut.

Foto Keluarga

Dari Pesantren ke Senayan
Sejak muda, Cucun telah menduduki posisi strategis di PKB. Berbekal pengalaman dan keberaniannya ia kemudian memberanikan diri maju sebagai calon anggota DPR RI dari Dapil Kabupaten Bandung dan Bandung Barat, pada Pemilu 2009.
“Tahun 2009 satu pabrik saya jual. Padahal, itu sudah saya rintis sendiri. Saya punya tiga pabrik, satu saya jual. Tidak hanya itu, mobil box saya juga dijual karena berjuang ingin jadi anggota DPR. Saya jual habis itu,” ingatnya. Meski kemudian gagal melenggang ke Senayan, Cucun tak lantas berputus asa, ia kembali mendapatkan kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI Dapil Jabar II, pada Pemilu 2014.
Kali ini, Cucun  pun lolos dengan perolehan suara 37.763 suara. Dua momen dalam hidup Cucun yang dikenangnya adalah saat dilantik menjadi Anggota DPR dan saat mendapatkan gelar doktor. Ia merasa haru karena mengingat orangtua yang tidak bisa menyaksikan pelantikannya. “1 Oktober 2014 saya menangis di sini karena orangtua saya tidak menyaksikan saya menjadi anggota DPR. Kemarin saya mendapat gelar doktor, semua menangis ketika saya bilang ‘saya yakin orangtua saya hadir di sini menyaksikan saya anaknya menjadi doktor’,” kenang Cucun.
Kerja keras Cucun dan kepeduliannya kepada masyarakat mendapat balasan setimpal. Saat mencalonkan kembali pada Pemilu 2019, Cucun berhasil kembali ke Senayan dengan perolehan suara fantastis, 108.452 suara. “Modal saya 2014 dan 2019 adalah ceramah. Saya enggak pernah kenal lelah dari ujung Dapil saya Kecamatan Nanggung sampai ke Cipatat sini perbatasan dengan Cianjur. Saya enggak pernah berhenti berangkat pagi pulang subuh ceramah di sini, hanya modalnya itu, silaturahmi. Jadi, kalau ditanya kenapa jadi Anggota DPR karena saya spiritnya di organisasi NU itu harus membagi manfaat,” tutur Cucun.

Mengarsiteki UU Pesantren
Sebagai seorang santri, Cucun mendapat dorongan dari guru dan partainya memperjuangkan keberpihakan negara pada pesantren. Bersama seniornya Ida Fauziyah yang saat itu menjadi Anggota DPR Dapil Jawa Tengah, ia memperjuangkan RUU Pesantren untuk masuk ke dalam Prolegnas. Dari sinilah ia dipercaya menjadi anggota Badan Anggaran (Banggar).
Awalnya, kata Cucun, RUU Pesantren akan disusun dengan nama RUU Pendidikan Keagamaan dan Pesantren. Hal tersebut agar RUU ini dapat diterima usulannya oleh fraksi lain. Sebab, untuk menuntaskan RUU Pesantren, pihaknya harus melobi-lobi kepada fraksi lain yang sudah pasti menguras tenaga, pikiran, dan waktu. Sebab, masih ada fraksi lainnya di DPR yang menolak RUU tersebut.
Cucun terus berjuang, RUU tersebut kemudian diusulkan masuk Prolegnas pada 2016. Setelah proses panjang membuat naskah akademik RUU Pendidikan Keagamaan dan Pesantren, pada 2019 Cucun mendapatkan kabar gembira, bahwa Presiden Joko Widodo saat itu mengeluarkan Surpres yang menyebut bahwa RUU yang sedianya bernama RUU Pendidikan Keagamaan dan Pesantren kemudian diusulkan menjadi RUU Pesantren.
Perjuangan tak berhenti, Cucun mengusulkan 2 persen dari total anggaran pendidikan untuk pesantren. Meski tidak mencapai persetujuan, Cucun terus berusaha agar RUU Pesantren setidaknya dapat disahkan. Perjalanan panjang Cucun dan fraksinya pun akhirnya terbayar. Dalam Rapat Paripurna yang saat itu dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, RUU Pesantren akhirnya disahkan menjadi UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. bia/mh

FOTO STORY

KUNKER KOMISI I

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *