ANGGARAN
Insentif Kendaraan Listrik, Bijakkah?
Dalam misi memberikan kontribusi pencapaian zero carbon pada tahun 2060, pemerintah membuat kebijakan memberikan insentif atau subsidi bagi kendaraan listrik baik motor dan mobil yang direncanakan dimulai pada Maret 2023.
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menegaskan, pemerintah harus mengkaji ulang subsidi kendaraan listrik. Ia menilai masih banyak prioritas kebijakan lain yang seharusnya diurus oleh pemerintah, terutama untuk penganggaran dengan jumlah besar seperti subsidi motor listrik.
“Kami sudah banyak memberikan masukan terkait pemberian subsidi ini. Bahkan, Badan Anggaran DPR RI juga menegaskan tidak ada alokasi anggaran APBN 2023 untuk anggaran subsidi motor listrik ini. Banyak prioritas lain yang harus diurus oleh pemerintah. Tidak sebanding dengan program perlindungan sosial untuk rumah tangga miskin,” ujarnya dalam keterangan persnya Februari lalu.
Tambahnya, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebelum kebijakan subsidi ini dikeluarkan, seperti aspek keadilan, aspek demand, dan aspek produksi yang seharusnya dipersiapkan terlebih dahulu. “Aspek keadilannya. Ini buat siapa subsidi ini. Tentu saja bukan untuk golongan masyarakat miskin subsidi motor listrik ini. Kemudian, demand-nya, apakah sudah banyak atau belum, dan terakhir produksinya apakah sudah lengkap dan siap? Jangan sampai menggelontorkan uang yang begitu besar, tetapi tidak efektif. Amanat undang-undang untuk mengentaskan kemiskinan. Kemiskinan kita masih tinggi, loh,” tegasnya.

Kami sudah banyak memberikan masukan terkait pemberian subsidi ini. Bahkan, Badan Anggaran DPR RI juga menegaskan tidak ada alokasi anggaran APBN 2023 untuk anggaran subsidi motor listrik ini.
Anis Byarwati
Anggota Komisi XI DPR RI
Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu terus menegaskan agar pemerintah mengkaji ulang, agar kebijakan ini tepat sasaran dan memperhatikan prioritas dan efektivitas dalam pembuatan kebijakan. “Pemerintah harus mengkaji ulang kebijakan insentif ini. Kebijakan yang diwacanakan itu besar banget insentifnya. Padahal masih banyak masalah-masalah kemiskinan, stunting, dan permasalahan lainnya, harusnya ada yang lebih prioritas, dan penting untuk memperhatikan efektivitas dari kebijakan yang akan dibuat,” pungkasnya.
Di sisi lain, Anggota Komisi VII DPR RI Abdul Kadir Karding menilai kebijakan subsidi kendaraan listrik ini bukan merupakan langkah yang jitu dalam upaya mendorong transisi energi baru ke terbarukan. Ia menganggap hal ini malah hanya akan menghabiskan banyak anggaran sementara dampak yang dihasilkan cenderung kurang baik.
“Menurut saya, kebijakan ini sekali lagi kebijakan yang semangatnya bagus, tapi faktanya merusak banyak hal. Subsidi ini, kan, subsidi terbuka, mau siapa saja yang beli motor dan mobil kena (dapat) subsidi. Jadi, tidak ada miskin, tidak ada kurang mampu, semua bisa dapat. Artinya apa? mobil di Jakarta (kita ambil contoh Jakarta) akan bertambah macet. Karena dengan beli mobil baru, tidak mengurangi mobil lama, karena bukan konversi atau bukan penggantian, jadi asap emisinya tetap akan ada,” papar Karding, awal Februari lalu saat mengikuti rapat denga PT. PLN.
Lanjutnya, uang negara begitu banyak terbuang. Dimana subsidi motor listrik sebesar Rp7 juta dan mobil listrik Rp80 juta. Kalau satu orang Indonesia beli satu juta mobil listrik dengan subsidi Rp80 juta itu berapa banyak subsidi yang dikeluarkan oleh negara. Sehingga, mobilnya bertambah banyak, dan jalanan pun tambah macet.
Sehingga Politisi Fraksi PKB itu pun menilai jika kebijakan subsidi motor dan mobil listrik itu menjadi salah satu upaya untuk mendorong transisi energi ke Energi Baru dan energi Terbarukan (EBET), menurutnya hal itu merupakan kebijakan yang sangat terburu-buru dan tidak menarik. Hal ini dikhawatirkan akan terjadi ledakan jumlah motor dan mobil di Indonesia, tanpa mengurangi polusi yang ada. Oleh karenanya ia berharap kebijakan tersebut perlu untuk dikaji ulang.
Artinya apa? mobil di Jakarta (kita ambil contoh Jakarta) akan bertambah macet. Karena dengan beli mobil baru, tidak mengurangi mobil lama, karena bukan konversi atau bukan penggantian, jadi asap emisinya tetap akan ada.
Abdul Kadir Karding
Anggota Komisi VII DPR RI

Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah juga turut meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan ini. Ia mengatakan rencana pemberian subsidi ini tidak ada dalam APBN tahun 2023. Terlebih pada tahun 2023, Indonesia harus bersiap menghadapi situasi ekonomi global yang tidak menentu sehingga membutuhkan ketangguhan fiskal pada APBN.
“Apakah patut, di tengah situasi kita akan menghadapi ekonomi global yang sulit, yang efeknya tentu akan berdampak pada ekonomi domestik lantas kita memikirkan subsidi untuk rumah tangga mampu? Apalagi, masih lebih dari separuh jumlah rakyat kita yang belum memenuhi standar makanan bergizi, dan prevalensi stunting balita kita masih tinggi, tentu hal ini keluar dari batas kepatutan. Mandat utama konstitusi dan bernegara kita adalah mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Hal inilah yang harus jadi kacamata utama kita dalam merumuskan kebijakan prioritas,” tegasnya.

Apakah patut, di tengah situasi kita akan menghadapi ekonomi global yang sulit, yang efeknya tentu akan berdampak pada ekonomi domestik lantas kita memikirkan subsidi untuk rumah tangga mampu?
Said Abdullah
Ketua Badan Anggaran DPR RI
Said menambahkan, telah banyak insentif yang diberikan pemerintah kepada industri kendaraan listrik. Oleh sebab itu, rencana untuk memberikan subsidi mobil dan motor listrik hendaknya dipertimbangkan dengan matang dan seksama, agar akselerasi Indonesia menuju transportasi rendah emisi, agenda mengurangi impor minyak bumi, usaha menyehatkan APBN dan kebijakan berkelanjutan mengurangi tingkat kemiskinan dapat berjalan seimbang.
Diketahui pemerintah telah mengeluarkan kebijakan insentif perpajakan untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) melalui berbagai kebijakan, antara lain tax holiday 20 tahun, super dedaction hingga 300 persen atas biaya penelitian dan pengembangan pembangkit tenaga listrik, baterai, dan alat kelistrikan, pembebasan PPN atas bahan baku pembuatan baterai, pembebasan PPN atas impor barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik untuk industri KBLBB.
Perbedaan tarif PPnBM untuk KBLBB sebesar 0 persen sedangkan yang BBM berkisar 15-70 persen. Sementara bea masuk impor mobil incompletely knocked down maupun completely knocked down sebesar 0 persen. Pengurangan bea balik nama kendaraan bermotor hingga 90 persen. Jika ditotal keseluruhan insentif perpajakan ini mencapai 32 persen dari harga jual mobil listrik dan 18 persen dari motor listrik. gal/mh