Pemerintah Harus Waspadai Potensi Kenaikan Harga Migas Imbas Konflik Iran-Israel
- Juni 23, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Balikpapan – Konflik yang memanas antara Iran dan Israel memicu kekhawatiran akan dampak signifikan terhadap distribusi dan harga minyak serta gas bumi (migas) global, yang pada gilirannya akan memengaruhi Indonesia. Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Dony Maryadi Oekon menekankan perlunya kewaspadaan pemerintah menghadapi potensi kenaikan harga energi ini.
“Karena kondisi dunia ini kan sekarang memang paradigma seperti itu. Kalau pada saat sesuatu terjadi, ada perang atau ada apa, fluktuasi dari harga ini sendiri kan akan bermain,” ujar Dony kepada Parlementaria, di Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (19/6/2025).
Ia menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak dan energi secara keseluruhan pasti akan berdampak pada Indonesia, mengingat kebutuhan migas dalam negeri yang sangat tinggi dan terus meningkat. Dony mengungkapkan bahwa produksi minyak bumi Indonesia saat ini masih jauh dari target. Dari capaian 1 juta barel per hari di masa lalu, kini produksi harian hanya berkisar 580-590 ribu barel, bahkan belum mencapai target 600 ribu barel.
“Sampai hari ini kan belum ada temuan-temuan baru yang signifikan,” tambahnya. Ia berharap Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus mendorong peningkatan produksi. Namun, ia mencatat bahwa peningkatan produksi yang ada saat ini lebih banyak terjadi di sektor gas bumi, bukan minyak mentah.
“Temuan-temuan yang ada, development yang ada itu oleh SKK migas ada di gas sekarang. Jadi saya pikir kita coba lihat ini dari crude oil-nya bagaimana,” jelas Dony. Ia memperkirakan bahwa jika ada temuan baru yang signifikan, lifting minyak pada tahun 2026 bisa mencapai 610-615 ribu barel.
Dony menjelaskan bahwa upaya mendorong produksi dalam negeri secara instan tidak mudah karena pengembangan minyak membutuhkan waktu bertahun-tahun. Dengan kebutuhan minyak harian antara 1,2 hingga 1,6 juta barel per hari, dan produksi yang tidak mencapai 600 ribu barel, Indonesia sangat bergantung pada impor.
“Crude (oil) yang kita miliki sekarang tidak mencukupi,” tegasnya. Kondisi ini, diperparah dengan situasi konflik global, diperkirakan akan semakin mengangkat harga minyak mentah.
Untuk itu, pemerintah diminta untuk waspada terhadap potensi kenaikan harga migas yang signifikan. Ia mengakui bahwa tantangan efisiensi akan semakin besar di tengah kenaikan harga. “Mudah-mudahan tidak terlalu berdampak yang besar menurut kita,” pungkas Dony.
Seperti diketahui, konflik geopolitik, terutama di Timur Tengah yang kaya cadangan minyak, secara historis memicu fluktuasi dan kenaikan harga minyak. Iran sendiri adalah salah satu produsen minyak terbesar di dunia.
Sekitar 20% konsumsi minyak dunia dan 20% gas alam cair (LNG) dikirim melalui Selat Hormuz, yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman. Gangguan jalur distribusi, seperti keharusan kapal tanker berputar melalui jalur selatan Afrika, menambah waktu tempuh dan biaya, yang berdampak pada peningkatan inflasi global. •bia/aha