Fauzi Amro Soroti Tumpang Tindih Regulasi Hambat Operasional Pusat Logistik Berikat
- Mei 21, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fauzi Amro menyoroti tumpang tindih regulasi antar kementerian dan lembaga yang dinilainya menjadi kendala utama dalam operasional Pusat Logistik Berikat (PLB). Ia menilai permasalahan tersebut berdampak langsung terhadap terhambatnya aktivitas ekspor, terutama di wilayah Sumatera Selatan.
“Kendala utama PLB itu, Pak, setelah kita kunjungi secara spesifik kemarin, khususnya di Sumatera Selatan, memang tumpang tindih terhadap regulasi yang sudah ada. Baik itu di Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Karantina, dan BPDPKS,” ujar Fauzi dalam rapat bersama mitra kerja pemerintah, Senin (19/5/2025).
Fauzi menyebutkan contoh konkret, yakni kebijakan dari Badan Karantina yang mewajibkan produk ekspor mengendap terlebih dahulu sebelum dapat dikirim. Menurutnya, hal ini berdampak pada bertambahnya biaya logistik yang harus ditanggung eksportir.
“Contoh konkret misalnya, Badan Karantina itu membuat semua produk yang mau diekspor harus mengendap dulu, atau istilahnya biar ‘pool’ dulu, satu kontainer atau dua kontainer. Ini kan menambah rangkaian biaya yang dikeluarkan oleh eksportir,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti peraturan dari Kementerian Perdagangan yang mewajibkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) sebelum produk dapat diekspor. Sementara itu, kebijakan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) turut menjadi beban, karena menaikkan tarif pungutan ekspor dari 5 persen menjadi 25 persen kepada pelaku usaha.
“Ini juga jadi problem, Pak, dalam konteks memperlancar niat kita, niat Ibu Menteri Keuangan, yang sudah hampir 9–10 tahun ini menjalankan kebijakan PLB,” tambahnya.
Fauzi mendorong agar Kementerian Keuangan dan lembaga terkait segera melakukan terobosan kebijakan guna mengatasi tumpang tindih regulasi tersebut.
“Minimal dilakukan harmonisasi di internal kementerian, apakah dalam bentuk peraturan menteri (Permen) atau peraturan menko (Permenko), supaya ekspor yang tertahan dan terhambat tadi tidak berujung pada kerugian lebih besar,” jelas legislator dari Fraksi Partai NasDem itu.
Ia mengingatkan bahwa hambatan tersebut dapat berdampak serius terhadap keberlangsungan pelaku usaha kecil dan menengah. “Ketika dia terhambat, UMKM-nya akan putus, Pak. UMKM-nya akan mati. Beberapa pabrik di Sumatera Selatan, di Palembang, sudah banyak yang tutup,” ungkap Fauzi.
“Dan kejadian ini saya rasa tidak hanya terjadi di Sumatera Selatan, tapi juga di berbagai provinsi lain di Indonesia,” tutupnya. •hal/aha