21 June 2025
Ekonomi dan Keuangan

Syarif Fasha: BRIN Terlalu Superpower, Perlu Revisi UU Guna Fokus terhadap Riset

  • Mei 19, 2025
  • 0

Anggota Komisi XII DPR RI Syarif Fasha dalam RDP Komisi XII bersama Kepala BRIN, Sekjen DEN, Kepala BAPETEN, dan Dirut PT. INUKI yang digelar di Ruang Rapat Komisi XII, Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/5/2025). Foto : Tari/Andri.
Anggota Komisi XII DPR RI Syarif Fasha dalam RDP Komisi XII bersama Kepala BRIN, Sekjen DEN, Kepala BAPETEN, dan Dirut PT. INUKI yang digelar di Ruang Rapat Komisi XII, Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/5/2025). Foto : Tari/Andri.

PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi XII DPR RI Syarif Fasha menyuarakan kritik tajam terhadap kelembagaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Ia menilai bahwa pemberian kewenangan yang terlalu besar kepada BRIN oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 (UU Tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), telah menjadikan BRIN sebagai organisasi yang terlalu eksklusif dan superpower dalam ekosistem riset nasional.

Hal itu disampaikan Fasha dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII bersama Kepala BRIN, Sekjen DEN, Kepala BAPETEN, dan Dirut PT Industri Nuklir Indonesia (INUKI) yang digelar di Ruang Rapat Komisi XII, Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/5/2025).

“Kita perlu mengajukan revisi, Pimpinan. Ada dua klausul utama dalam UU tersebut yang menjadikan BRIN bukan hanya melakukan riset, tapi juga pengembangan dan penerapan. Di negara lain, badan riset hanya fokus pada penelitian. Pengembangan dilakukan oleh badan lain,” ujar Fasha mengingatkan.

Legislator Fraksi Partai NasDem tersebut juga menyoroti berbagai kelemahan BRIN dalam merespons isu-isu strategis nasional, seperti hilangnya peluang dalam pengembangan teknologi berbasis nikel. “Indonesia kaya akan nikel, tapi BRIN tidak mengingatkan Pemerintah bahwa negara seperti China dan Amerika sudah mulai beralih ke LFI. Kalau kita tidak cepat, sebentar lagi nikel kita tak lagi berharga,” ujarnya.

Lebih jauh, Fasha mendorong BRIN untuk lebih aktif dalam riset-riset strategis seperti pertanian dan kesehatan. Ia mencontohkan potensi riset pengembangan varietas padi unggul yang bisa panen setiap bulan atau alternatif pengobatan malaria dan diabetes.

Menyoroti praktik di negara lain, Fasha mengisahkan pengalamannya saat mengunjungi badan riset di Guangzhou, Tiongkok. “Saya pernah berkunjung ke Guangzhou, ada namanya badan rencana peneliti dan riset, isinya puluhan professor, doktor dan lain sebagainya. Gedungnya 28 lantai, di semua gedung itu semua perencanaan dari isu sampai alutsista di gedung itu, tapi mereka ketika membangun tidak mengambil alih salah satu entitas yang sudah berjalan,” tandas Fasha.

Fasha juga mengingatkan agar BRIN tidak terjebak dalam ego sektoral. Menurutnya, bila BRIN belum mampu menjalankan fungsi tertentu seperti nuklir misalnya, sebaiknya fokus pada riset dan menyerahkan implementasi kepada lembaga pelaksana yang kompeten. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antar lembaga untuk mendukung visi Presiden menuju kemandirian energi, pertanian, dan ketahanan pangan.

“Ini yang kami inginkan, jadi kepada BRIN ini kalo masing-masing ego sektor dikedepankan maka ini tidak akan selesai. Kasihan entitas-entitas yang sudah lebih berjalan sudah memang itu menghasilkan sesuatu untuk bangsa ini harus dilebur kembali. Ini yang terjadi, jadi ini yang rasa ada kemunduran,” pungkas Fasha menyayangkan. •pun/rdn

EMedia DPR RI