PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Nur Nadlifah mengungkapkan bahwa komisi IX DPR RI fokus menangani persoalan stunting ini di penghujung masa jabatan di periode DPR RI 2019-2024. Sehingga. penurunan stunting ini dapat sesuai harapan dan tidak menjadi sekadar business of usual saja.
“Kalau misalkan ternyata tidak bisa mencapai (target penurunan stunting) 14 persen paling tidak mekanisme yang sudah dibuat oleh pemerintah, roadmap yang dibuat ini benar-benar berjalan dengan baik dan membuat hasil yang baik,” ujar Nur Nadlifah dalam video yang dikutip Parlementaria, di Jakarta, Senin (27/5/2024)
Menurutnya, penanganan stunting Ini menjadi fokus pembangunan nasional. Adapun anggaran yang disiapkan dinilainya cukup banyak.
“Kita (Komisi IX bersama Pemerintah) juga buat semacam tim percepatan penurunan stunting yang leading sector-nya adalah BKKBN yang didalamnya ada beberapa kementerian dan lembaga,” urainya.
Ia menjelaskan penanganan stunting ini menjadi hal yang penting dengan harapan terjadi penurunan yang signifikan terkait stunting di Indonesia. Pasalnya, penurunan stunting ini disebut-sebut masih jauh dari target yang ingin dicapai pemerintah.
“Program MPASI yang dibuat oleh Pak menkes dan juga BKKBN yang diterapkan harapannya adalah langsung ke desa dan dikelola oleh Posyandu agar bisa langsung pada masyarakat,” lanjut Politisi Fraksi PKB ini.
Ia pun mengungkapkan bahwa implementasi penanganan stunting ini kenyataannya tidak berjalan baik di lapangan.
“Tidak berjalan dengan baiknya misalnya kalau standarnya makanan pendamping ASI itu harus seperti ini ternyata di lapangan tidak diberikan sesuai dengan standar itu. Jadi standarnya adalah sesuai dengan kebiasaan orang di sana, bukan sesuai dengan kebutuhan untuk peningkatan pertumbuhan anak termasuk pengukuran angka stunting itu sendiri,” jelas Nur Nadlifah.
Permasalahan lainnya yakni adanya perbedaan dalam pengukuran angka stunting yang menyebabkan data stunting yang mendekati situasi di lapangan itu sendiri berbeda-beda.
“Pengukuran angka stunting ini kan ada perbedaan. di satu sisi pemerintah menggunakan metode survei dari SGI (Status Gizi Indonesia). Tapi, di sisi lain data Yang dilaporkan oleh kader Posyandu kita ini tidak dipakai. Nah ini kan data sensus kalah dengan data survei,” ungkapnya. •hal/rdn