PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana mengatakan perubahan iklim terus menghadirkan ancaman nyata bagi keberlangsungan kehidupan dan alam di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Perubahan iklim tidak hanya menimbulkan kerugian fisik (ekologis), tetapi juga ekonomi.
Adapun isu perubahan iklim juga telah diadopsi sebagai salah satu prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 yang menggarisbawahi agar pembangunan nasional memperhatikan daya dukung sumber daya alam, daya tampung lingkungan hidup, kerentanan bencana, dan perubahan iklim.
Dalam rangka mengurangi dampak perubahan iklim, pemerintah juga telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan menetapkan target dan komitmen dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC). Di Indonesia, isu perubahan iklim dan komponen-komponen terkait selama ini telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
“Beberapa di antaranya termasuk UU tentang Pengesahan Paris Agreement to ‘the United Nations Framework Convention on Climate Change’ (UNFCCC), UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU tentang Cipta Kerja, UU tentang Kehutanan, serta sejumlah Peraturan Presiden (Perpres),” kata Putu Supadmarudana di acara seminar Arah Pengaturan Perubahan Iklim di Jakarta, Selasa (7/5/2024).
Akan tetapi, beragam regulasi ini memiliki beberapa kelemahan. Misalnya, mereka tidak langsung mengatur kewajiban tiap sektor terkait dalam pengurangan emisi GRK dan peran pemerintah daerah dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Guna memenuhi target ENDC untuk mengurangi emisi hingga 31,89% tanpa syarat dan 43,20% dengan dukungan internasional pada 2030, dibutuhkan adanya suatu legislasi yang mengatur tata kelola perubahan iklim lintas sektor secara komprehensif dan mengedepankan pendekatan kebijakan yang berasas keadilan iklim.
“Upaya memperkenalkan legislasi terkait perubahan iklim membuahkan hasil setelah usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Perubahan Iklim disertakan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Perubahan pada September 2022. Pada September 2023, RUU tersebut masuk ke dalam daftar Prolegnas Prioritas.
Akan tetapi, proses diskusi lintas fraksi dan komisi DPR RI serta konsultasi dengan sejumlah pakar dan puluhan organisasi masyarakat sipil yang panjang mengindikasikan adanya kekhawatiran bahwa legislasi pengelolaan perubahan iklim hanya bersifat normatif dan tidak mampu mengurai persoalan di lapangan untuk mewujudkan keadilan yang nyata,” katanya. •tn/aha