PARLEMENTARIA, Jakarta – Sembilan Fraksi Partai pada Rapat Paripurna DPR RI Ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (28/03/2024) menyatakan persetujuannya terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pengawasan Obat dan Makanan (POM). Persetujuan tersebut untuk menjadikan RUU POM sebagai RUU Usul Inisiatif DPR RI dan kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku.
F-PDI Perjuangan menyetujui dan berpandangan RUU ini perlu karena perlu adanya aturan terkait produk obat, makanan serta kosmetik yang diproduksi oleh industri rumah tangga dan dijual bebas di internet guna sebagai jaminan aman bagi masyarakat serta mengapresiasi adanya aturan terkait obat tradisional Indonesia yakni jamu yang terbuat dari rempah Indonesia.
Kemudian, pengawasan obat dan makanan juga tak hanya dilakukan untuk produk dalam negeri melainkan juga untuk produk impor. Serta perlu adanya harmonisasi substansi pada saat pembahasan RUU pengawasan obat dan makanan dengan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan karena merupakan bagian yang tidak dipisahkan dalam upaya perlindungan masyarakat Indonesia di bidang kesehatan.
Fraksi Partai Golkar juga berpendapat RUU Pengawasan Obat dan makanan harus mampu memberikan jaminan perlindungan keamanan, mutu dan manfaat obat dan makanan yang beredar, mampu mengawasi beredarnya obat dan makanan secara ilegal serta mampu mengatur regulasi dan sanksi terhadap siapapun yang mengedarkan obat dan makanan yang membahayakan kesehatan masyarakat.
Pengaturan dalam RUU pengawasan obat dan makanan juga perlu untuk menjamin produk obat dan makanan yang diproduksi di Indonesia memiliki standar dan persyaratan baku sehingga memiliki daya saing di dalam maupun luar negeri.
Fraksi PAN dan Fraksi Partai Nasdem berpandangan bahwa pengaturan mengenai pengawasan obat dan makanan harus menjangkau seluruh proses yang ada mulai dari proses produksi (pre-market) sampai pada tahap di konsumen (post-konsumen) demikian juga pengawasan terhadap fasilitas produksi dan distribusi.
Fraksi Partai Nasdem juga ingin adanya penguatan pengawasan obat dan makanan dapat dilakukan melalui penguatan kelembagaan yaitu pembentukan unit pelaksana teknis BPOM sampai ke tingkat kabupaten/kota dan peningkatan kapasitas tenaga pengawas obat dan makanan serta penyidik PNS BPOM.
Demikian juga dengan Fraksi PKB yang ingin membangun infrastruktur dan suprastruktur di provinsi dan kabupaten/kota serta menciptakan inovasi yang mendekatkan BPOM ke seluruh pelosok di Indonesia.
Fraksi PAN dan Fraksi PKB juga mendorong agar RUU ini memberikan perhatian pada UMKM dari segi pengaturan terkait perizinan berusaha yang terintegrasi dan terakses dengan mudan serta pembinaan dan pendampingan yang berpihak terhadap industri UMKM.
Fraksi Partai Demokrat memberikan beberapa catatan yakni, RUU ini perlu memuat pengaturan pengawasan yang komprehensif, memperkuat komunikasi, informasi dan edukasi terhadap konsumen. Kemudian memperkuat dan menambah wewenang kelembagaan BPOM dan BPOM mempersiapkan organisasinya dengan sebaik mungkin agar implementasi aturan berjalan konsisten serta RUU ini diharapkan harus mampu meningkatkan angka harapan hidup masyarakat Indonesia yang lebih tinggi.
Terkait penguatan kelembagaan BPOM, Fraksi Gerindra berpendapat kelembagaan BPOM perlu dilakukan secara komprehensif termasuk mengenai dukungan keuangan dari APBN dan sumber lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan karena itu dalam RUU ini seharusnya juga mengatur mengenai pendanaan.
Fraksi PPP menilai aturan hukum terkait pengawasan obat dan makanan harus mengadopsi aturan peredaran obat dan makanan yang mengacu pada standar kesehatan internasional. Serta bersama dengan Fraksi PKS menyatakan perhatiannya terhadap aspek kehalalan untuk penggunaan kemasan produk halal perlu dicantumkan pada informasi produk. •gal/rdn