Pertamina, Kemen ESDM, dan Pertamina Patra Niaga akan Dipanggil Komisi VII, Bahas Perlindungan Bisnis Petrashop
- 0
- 3 min read
Wakil Ketua Komisi VII Dony Maryadi Oekon menerima audiensi dengan Ketua Umum Pengusaha Pertashop Jawa Tengah-DI Yogyakarta dan Ketua Umum Perhimpunan Pertashop Merah Putih Indonesia. Foto: Oji/nr.
Komisi VII DPR RI menerima audiensi dengan Ketua Umum Pengusaha Pertashop Jawa Tengah-DI Yogyakarta dan Ketua Umum Perhimpunan Pertashop Merah Putih Indonesia. Selama audiensi berlangsung, masing-masing perwakilan dari perhimpunan tersebut menekankan perlindungan Pertashop dari kebangkrutan akibat disparitas harga dan pengecer ilegal.
Upaya ini bagi mereka krusial agar rantai distribusi bensin hingga ke berbagai pelosok desa tidak terputus. Menanggapi pernyataan tersebut, Wakil Ketua Komisi VII Dony Maryadi Oekon akan memanggil Pertamina, Kementerian ESDM, dan Pertamina Patra Niaga dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) mendatang.
“Dari semua masukan audiensi hari ini, ini menjadi catatan kita. Kita akan segera melakukan rapat dengar pendapat mengenai masalah ini dengan pihak Pertamina, Kementerian ESDM, dan (Pertamina) Patra Niaga. Pemerintah wajib untuk menertibkan, ini yang harus kita dorong dari BPH Migas,” tegas Dony saat memimpin audiensi tersebut.
Diketahui, sejak terjadinya disparitas harga bensin yang signifikan pada bulan April 2022, omset penjualan di setiap cabang Petrashop merosot hingga mencapai 90 persen. Kondisi tersebut membuat 201 dari 448 Petrashop kerap merugi. Ditambah, adanya pengecer ilegal mengambil celah dengan memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan penyalur legal seperti Petrashop. Hal ini terjadi karena pengecer ilegal tidak membayarkan kewajiban seperti pajak dan pungutan legal seperti yang dilakukan Petrashop.
Selaras, Anggota Komisi VII DPR RI Adian Yunus Yusak Napitupulu menerangkan bahwa jika polemik disparitas harga sekaligus persaingan pengecer ilegal dibiarkan tanpa penanganan yang tepat maka akan menimbulkan konflik berkepanjangan. Baginya, negara yang diwakili oleh Pemerintah harus bertanggungjawab.
“(Ini terjadi akibat) kebijakan yang tidak komprehensif sampai ke tingkat teknis, yang tidak diperhitungkan secara matang. Kebijakan ini menciptakan konflik di bawah. Paling tidak Pertamina yang juga bagian dari pemerintah bertanggung jawab. Perlu kita panggil Pertamina, BPH, dan Patra Niaga,” tandasnya.
Di dalam audiensi tersebut, masing-masing perwakilan perhimpunan menyampaikan delapan harapan agar Pertashop tetap mampu bertahan. Di antaranya, permohonan disparitas harga BBM Pertamax dengan Pertalite maksimal Rp1500/liter di semua wilayah Indonesia; penertiban dan penegakan hukum tas peredaran BBM bersubsidi di pengecer; percepat revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yang menjadi regulasi acuan penetapan penyaluran BBM bersubsidi.
Lalu, Pertashop ditunjuk sebagai pangakalan elpiji subsidi 3 kg; penerapan dan sosialisasi simplifikasi perizinan PBG dan SLF di semua wilayah Indonesia; percepatan tanda tangan kontrak permanen antara Mitra Pertashop dengan Pertamina Petra Niaga, yang memberikan diskresi terkait PBG SLF; pembenahan regulasi jarak pendirian Pertashop/SPBU baru dengan Pertashop existing dan/atau SPBU; dan permohonan FGD melibatkan semua stakeholder (Kementerian ESDM, BUMN, Kemendagri, BPH Migas, Dewan Energi Nasional, Pertamina, dan Pertamina Patra Niaga). •ts/aha