#Kesejahteraan Rakyat

Perlu Revisi UU Sisdiknas Guna Peningkatan Kualitas Bangsa Melalui Pemerataan Akses Pendidikan

Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf saat bertukar cenderamata usai memimpin agenda Kunjungan Kerja Spesifik Bidang Pendidikan Komisi X di Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kota Kupang, NTT, Kamis (6/7/2023). Foto: Saum/nr.
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf saat bertukar cenderamata usai memimpin agenda Kunjungan Kerja Spesifik Bidang Pendidikan Komisi X di Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kota Kupang, NTT, Kamis (6/7/2023). Foto: Saum/nr.

Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf sepakat guna menata ulang sistem pendidikan di Indonesia maka perlu melakukan revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Tanpa upaya tersebut, menurutnya, peningkatan kualitas bangsa melalui pemerataan akses pendidikan tidak akan terjadi secara signifikan.

Di sisi lain, Politisi Fraksi Demokrat itu menyadari betul bahwa dengan kualitas pendidikan yang lebih baik akan mempengaruhi masa depan anak muda Indonesia. Maka, ia mendorong seluruh stakeholder bersama-sama mendukung pemerataan pendidikan demi menjamin lahirnya kualitas pendidikan.

“Banyak terjadi pemuda-pemuda di sini yang berangkat ke luar negeri hanya menjadi pekerja kasar. Mestinya melalui pendidikan mereka harus bisa didorong untuk memiliki skill dan kemampuan-kemampuan beradaptasi pada sektor dunia kerja yang sangat beragam saat ini,” ungkap Dede usai memimpin agenda Kunjungan Kerja Spesifik Bidang Pendidikan Komisi X di Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kota Kupang, NTT, Kamis (6/7/2023).

Menyoroti evaluasi asesmen nasional di daerah 3T, khususnya sejumlah daerah di NTT, dirinya menilai pelaksanaanya belum optimal. Lantaran, sebutnya, kendala terbesar diakibatkan oleh belum maksimalnya dukungan infrastruktur dan sumber daya manusia untuk menyesuaikan standar asesmen nasional. 

Sebab itu, Dede berharap ada perlakuan khusus dari Kementerian Pendidikan Budaya Teknologi dan Riset (Kemendikbudristek) terhadap satuan pendidikan yang berada di 3T agar penilaian siswa dilakukan secara ‘hybrid’. “Hybrid itu artinya sebagian untuk wilayah perkotaan bisa menggunakan asesmen nasional tapi sebagian wilayah yang daerah masih remote atau belum terjangkau masih bisa menggunakan sistem ujian nasional,” terangnya.

Menutup pernyataannya, ia mengingatkan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus memberikan atensi khusus penyelenggaraan pendidikan di daerah 3T. “Ini PR (pekerjaan rumah) besar tetapi memang harus ada atensi khusus dari pemerintah, terutama dari Presiden tentang bagaimana pengembangan sumber daya manusia (SDM) di wilayah 3T. Kami sepakat memang perlu ada dukungan anggaran tambahan karena (di sini) partisipasi pendidikan masih rendah,” tandas Dede. •ts/rdn

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *